"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Aali ‘Imraan, 3:191)
HARUN YAHYA
Copyright © Harun Yahya 2000 CE
First Published by Vural Yayıncılık, İstanbul, Turkey in September 1999
First English Edition published in April 2000
Published by:
Ta-Ha Publishers Ltd.
1 Wynne Road
London SW9 OBB
Website: http://www.taha.co.uk
E-Mail: sales @ taha.co.uk
All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in any retrivial system or transmitted in any
form or by any methods, electronic, mechanical, photocopying, recording, or
otherwise without the prior permission of the publishers.
By Harun Yahya
Translated By: Mustapha Ahmad
Edited By: Abdassamad Clarke
A catalog record of this book is available from the British Library
ISBN 1 84200 00 9 8
Printed and bound by:
Secil Ofset in İstanbul
Address: Yüzyıl Mahallesi MAS-SIT Matbaacılar Sitesi
4. Cadde No:77 Bağcılar- İstanbul / TURKEY
Website: http: // www.harunyahya.org
http: // www.harunyahya.com
http: // www.harunyahya.net
SEKELUMIT TENTANG PENGARANG
Dengan nama pena HARUN YAHYA, pengarang telah menulis banyak buku-buku yang berhubungan dengan masalah politik dan agama. Sejumlah besar karya monumentalnya berbicara tentang cara pandang dan ideologi materialistik serta pengaruhnya terhadap sejarah dan perpolitikan dunia. (Nama pena tersebut berasal dari dua nama Nabi: Harun [Aaron] dan Yahya [John] untuk mengenang dua orang Nabi yang berjuang melawan kekufuran).
Buku-buku karya pengarang: Yahudi dan Freemasonri, Freemasonri dan Kapitalisme, Freemasonri: Agama Syaitan, Anak-Anak Jehovah dan Freemason, Tata Masonik Baru, 'Tangan Rahasia' di Bosnia, Kebohongan Holocaust, Di Balik Tirai Terorisme, Kartu-Kurdi Israel, Strategi Nasional Turki, Moral Qur'ani: Solusi, Permusuhan Darwin Terhadap Bangsa Turki, Kebohongan Teori Evolusi, Bangsa-Bangsa Yang Diadzab, Zaman Keemasan, Keagungan Warna Ciptaan Allah, Hakikat Kehidupan Dunia, Pengakuan Kaum Evolusionis, Kesalahpahaman Kaum Evolusionis, Al-Qur'an Menuntun Kepada Ilmu Pengetahuan, Desain Pada Alam, Perilaku Pengorbanan Diri dan Kecerdasan Pada Makhluk Hidup, Keabadian Telah Berlangsung, Anakku Darwin Telah Berbohong!, Berakhirnya Darwinisme, Penciptaan Alam Semesta, Jangan Berpura-Pura Tidak Tahu, Keabadian dan Hakikat Takdir, Keajaiban Atom, Keajaiban Sel, Keajaiban Sistem Kekebalan, Keajaiban Mata, Keajaiban Penciptaan Tumbuhan, Keajaiban Laba-Laba, Keajaiban Nyamuk, Keajaiban Lebah, Keajaiban Semut.
Terdapat pula karya-karyanya dalam bentuk booklet: Misteri Atom, Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta Penciptaan, Keruntuhan Materialisme, Berakhirnya Materialisme, Kesalahan Kaum Evolusionis 1, Kesalahan Kaum Evolusionis 2, Mikrobiologi Meruntuhkan Teori Evolusi, Fakta Penciptaan, 20 Pertanyaan Yang Meruntuhkan Teori Evolusi, Kebohongan Terbesar Dalam Sejarah Biologi: Darwinisme.
Karya-karya pengarang yang berhubungan dengan Al-Qur'an: Pernahkah Anda Berpikir Tentang Kebenaran?, Mengabdi Hanya Kepada Allah, Meninggalkan Masyarakat Jahiliyyah, Surga, Teori Evolusi, Nilai Akhlaq Dalam Al-Qur'an, Ilmu Al-Qur'an, Index Al-Qur'an, Hijrah di Jalan Allah, Sifat Munafiq Dalam Al-Qur'an, Rahasia Orang Munafiq, Nama-Nama Allah Yang Agung, Berdakwah dan Berdebat Dalam Al-Qur'an, Konsep-Konsep Dasar Dalam Al-Qur'an, Jawaban-Jawaban Al-Qur'an, Kematian, Kebangkitan dan Neraka, Perjuangan Para Rasul, Syaitan: Musuh Nyata Manusia, Agama Berhala, Agama Kaum Jahiliyyah, Kesombongan Syaitan, Doa Dalam Al-Qur'an, Hari Kebangkitan, Jangan Pernah Lupa, Penilaian Al-Qur'an Yang Terabaikan, Karakter Manusia Dalam Masyarakat Jahiliyyah, Pentingnya Sabar Dalam Al-Qur'an, Pengetahuan Dasar Dari Al-Qur'an, Memahami Iman dengan Mudah 1-2-3, Pemikiran Dangkal Tentang Kekufuran, Iman Yang Sempurna, Sebelum Menyesal, Perkataan Para Rasul, Kasih Sayang Orang Mukmin, Takut Kepada Allah, Mimpi Buruk Kekafiran, abi Isa Akan Kembali, Al-Qur'an Memberi Keindahan Pada Kehidupan, Kumpulan Keindahan Ciptaan Allah 1-2-3-4.
HARUN YAHYA
KEPADA PEMBACA
Dalam semua buku karya pengarang, bahasan-bahasan yang berhubungan dengan keimanan diuraikan berdasarkan petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an, masyarakat diajak untuk mempelajari kalam Allah dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Semua pokok bahasan yang berhubungan dengan ayat-ayat Allah diuraikan dengan cara yang demikian sehingga tidak menyisakan ruang keragu-raguan atau tanda tanya dalam pikiran para pembaca. Penyampaian pesan secara ikhlas, sederhana dan fasih yang digunakan memudahkan setiap orang dari segala umur dan lapisan sosial untuk dapat memahami buku-bukunya. Cara penjelasan yang efektif dan lugas membuat buku-buku tersebut dapat dibaca dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan mereka yang sangat anti terhadap hal-hal yang berbau agama mampu terpengaruhi oleh fakta-fakta yang dipaparkan dalam buku-buku tersebut serta tidak mampu menolak kebenaran isinya.
Buku ini dan juga buku-buku lain karya pengarang dapat dibaca secara individu ataupun dipelajari dalam kelompok sebagai bahan diskusi. Pembacaan buku-buku tersebut dalam sebuah kelompok pembaca yang memiliki keinginan untuk mengambil manfaat darinya akan sangat baik, dalam arti bahwa para pembaca dapat menyampaikan pemahaman dan pengalaman mereka satu sama lain.
Juga, peran serta dalam penyampaian dan pembacaan buku-buku ini, yang ditulis hanya karena mengharap ridha Allah, adalah suatu amal kebaikan terhadap Islam. Semua buku-buku karya pengarang sangat berpengaruh kepada para pembaca. Oleh sebab itu, mereka yang ingin mendakwahkan Islam kepada orang lain, salah satu cara yang efektif adalah mengajak mereka untuk membaca buku-buku tersebut.
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Berpikir mendalam:
Tentang apakah manusia biasanya berpikir?
Alasan-alasan apakah yang menyebabkan
Manusia tidak mau berpikir?
Hal-hal yang perlu dipikirkan
Memikirkan ayat-ayat Al-Qur’an
Kesimpulan
Pendahuluan
Pernahkah anda memikirkan bahwa anda tidak ada sebelum dilahirkan ke dunia ini; dan anda telah diciptakan dari sebuah ketiadaan?
Pernahkan anda berpikir bagaimana bunga yang setiap hari anda lihat di ruang tamu, yang tumbuh dari tanah yang hitam, ternyata memiliki bau yang harum serta berwarna-warni?
Pernahkan anda memikirkan seekor nyamuk, yang sangat mengganggu ketika terbang mengitari anda, mengepakkan sayapnya dengan kecepatan yang sedemikian tinggi sehingga kita tidak mampu melihatnya?
Pernahkan anda berpikir bahwa lapisan luar dari buah-buahan seperti pisang, semangka, melon dan jeruk berfungsi sebagai pembungkus yang sangat berkualitas, yang membungkus daging buahnya sedemikian rupa sehingga rasa dan keharumannya tetap terjaga?
Pernahkan anda berpikir bahwa gempa bumi mungkin saja datang secara tiba-tiba ketika anda sedang tidur, yang menghancur luluhkan rumah, kantor dan kota anda hingga rata dengan tanah sehingga dalam tempo beberapa detik saja anda pun kehilangan segala sesuatu yang anda miliki di dunia ini?
Pernahkan anda berpikir bahwa kehidupan anda berlalu dengan sangat cepat, anda pun menjadi semakin tua dan lemah, dan lambat laun kehilangan ketampanan atau kecantikan, kesehatan dan kekuatan anda?
Pernahkan anda memikirkan bahwa suatu hari nanti, malaikat maut yang diutus oleh Allah akan datang menjemput untuk membawa anda meninggalkan dunia ini?
Jika demikian, pernahkan anda berpikir mengapa manusia demikian terbelenggu oleh kehidupan dunia yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan dan yang seharusnya mereka jadikan sebagai tempat untuk bekerja keras dalam meraih kebahagiaan hidup di akhirat?
Manusia adalah makhluk yang dilengkapi Allah sarana berpikir. Namun sayang, kebanyakan mereka tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian manusia hampir tidak pernah berpikir.
Sebenarnya, setiap orang memiliki tingkat kemampuan berpikir yang seringkali ia sendiri tidak menyadarinya. Ketika mulai menggunakan kemampuan berpikir tersebut, fakta-fakta yang sampai sekarang tidak mampu diketahuinya, lambat-laun mulai terbuka di hadapannya. Semakin dalam ia berpikir, semakin bertambahlah kemampuan berpikirnya dan hal ini mungkin sekali berlaku bagi setiap orang. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Buku ini ditulis dengan tujuan mengajak manusia "berpikir sebagaimana mestinya" dan mengarahkan mereka untuk "berpikir sebagaimana mestinya". Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Padahal, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk sebuah tujuan sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur'an:
"Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 38-39)
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" (QS. Al-Mu’minuun, 23:115)
Oleh karena itu, yang paling pertama kali wajib untuk dipikirkan secara mendalam oleh setiap orang ialah tujuan dari penciptaan dirinya, baru kemudian segala sesuatu yang ia lihat di alam sekitar serta segala kejadian atau peristiwa yang ia jumpai selama hidupnya. Manusia yang tidak memikirkan hal ini, hanya akan mengetahui kenyataan-kenyataan tersebut setelah ia mati. Yakni ketika ia mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah; namun sayang sudah terlambat. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa pada hari penghisaban, tiap manusia akan berpikir dan menyaksikan kebenaran atau kenyataan tersebut:
"Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (QS. Al-Fajr, 89:23-24)
Padahal Allah telah memberikan kita kesempatan hidup di dunia. Berpikir atau merenung untuk kemudian mengambil kesimpulan atau pelajaran-pelajaran dari apa yang kita renungkan untuk memahami kebenaran, akan menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan di akhirat kelak. Dengan alasan inilah, Allah mewajibkan seluruh manusia, melalui para Nabi dan Kitab-kitab-Nya, untuk memikirkan dan merenungkan penciptaan diri mereka sendiri dan jagad raya:
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya." (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
Berpikir Secara Mendalam
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Mu’minuun, 23: 84-90)
Berpikir dapat membebaskan seseorang daribelenggu sihir
Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan merenung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al-Qur'an :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)
Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.
Seseorang dapat berpikir kapanpun dan dimanapun
Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah.
Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan
diri kepada Allah
Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seorang hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13).
Tentang Apakah Manusia Biasanya Berpikir?
Dalam bab terdahulu telah disebutkan bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir sebagaimana seharusnya mereka berpikir dan tidak mengembangkan sarana dan potensi berpikir mereka. Namun ada satu hal lagi yang penting untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tertentu selalu terlintas dalam benak manusia setiap saat sepanjang hidupnya. Hampir tidak ada masa, kecuali ketika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar kosong. Sayangnya, sebagian besar dari pikiran-pikiran ini tidak berguna, "sia-sia" dan "tidak perlu", sehingga tidak akan bermanfaat di akherat kelak, tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan kebaikan kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk mengingat apa-apa yang telah dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat dan memeriksanya dengan seksama di penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa sia-sianya kebanyakan dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan sebagian dari padanya bermanfaat, maka boleh jadi ia tertipu. Sebab secara keseluruhan, pikiran-pikiran yang menurutnya benar adakalanya ternyata tidak akan mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia adakalanya pula menghabiskan waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pikiran yang tidak bermanfaat. Dalam ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman…yaitu…(dan) orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mukminun, 23 :1&3) Allah mengajak manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Sudah pasti bahwa perintah Allah di ayat tersebut juga berlaku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam benak seseorang. Seseorang dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan rencana untuk berbelanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran yang tidak terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Padahal, yang kuasa mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang dapat memperbaiki keadaan dirinya; meningkatkan keimanan, kemampuan berpikir, perilaku; serta memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang pada umumnya cenderung dipikirkan oleh mereka yang berada dalam kelalaian. Alasan mengapa masalah tersebut dijelaskan secara panjang lebar adalah agar orang-orang yang lalai, dan yang membaca buku ini, segera menyadari bahwa ketika di kemudian hari peristiwa yang sebagaimana disebutkan di buku ini terlintas dalam benak mereka ketika dalam perjalanan ke tempat kerja atau ke sekolah; atau ketika sedang melakukan pekerjaan yang rutin, mereka tidak lagi berpikir tentang hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya mereka akan mampu mengendalikan pikiran-pikiran mereka dan berpikir segala sesuatu yang benar-benar berguna bagi diri mereka.
Khayalan yang tidak bermanfaat
Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran ke arah yang baik akan mengakibatkan seseorang seringkali merasa khawatir atau mengalami peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah terjadi dalam benaknya, dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak yang tengah belajar untuk menghadapi ujian kadangkala membuat sebuah skenario sebelum ujian tersebut berlangsung dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi jika anaknya tidak lulus ujian? Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh pekerjaan yang layak di masa depan, mendapatkan penghasilan yang cukup, maka ia tidak dapat menikah. Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai pernikahannya? Jika ia tidak lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk persiapan ujian tersebut akan terbuang percuma. Tambahan lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi jika anak laki-laki teman dekatnya ternyata lulus sedang anaknya sendiri gagal…"
Khayalan-khayalan tersebut terus berkembang, padahal anaknya belum melaksanakan ujian. Seseorang yang jauh dari agama akan mudah terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya. Hal ini tentu ada sebabnya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan manusia terbelenggu oleh khayalan atau angan-angan kosong adalah dikarenakan mereka membiarkan telinga mereka dibisiki oleh syaitan:
"Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka ..." (QS. An-Nisaa’, 4: 119)
Sebagaimana termaktub dalam ayat di atas, mereka yang terbawa oleh khayalan kosong, akan melupakan Allah, tidak berpikir, dan senantiasa menerima bisikan-bisikan syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang yang tertipu oleh kehidupan dunia tidak menggunakan kekuatan tekad mereka, tidak bertindak secara sadar dan berusaha meninggalkan kondisi yang demikian, ia akan berada dalam kendali syaitan secara penuh. Satu diantara pekerjaan syaitan yang patut diketahui adalah senantiasa menimbulkan keragu-raguan dan khayalan-khayalan kosong dalam diri manusia. Oleh karena itu, segala khayalan, perasaan putus asa dan kekhawatiran seperti: "apa yang akan saya perbuat jika akan terjadi yang demikian" terbentuk dalam benak seseorang akibat bisikan-bisikan syaitan.
Allah telah memberikan jalan keluar dari keadaan yang buruk ini. Dalam Al-Qur'an, ketika niatan-niatan jahat syaitan melingkupi manusia, mereka dianjurkan untuk minta perlindungan kepada Allah dan mengingat-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)" (QS. Al-A’raaf, 7: 201-202)
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, mereka yang berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar, sebaliknya mereka yang tidak berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan menyeret mereka.
Yang terpenting adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan semacam ini tidak akan mendatangkan manfaat kepada manusia. Bahkan sebaliknya, menghambat mereka dari memikirkan tentang kebenaran, hal-hal yang penting; dan mencegah kebersihan akal dari segala hal yang sia-sia. Manusia mampu berpikir secara benar jika akalnya telah bebas dari pikiran yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Dengan demikian, mereka "menghindarkan diri dari apapun yang tidak bermanfaat" sebagaiman Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan
Manusia Tidak Mau Berpikir?
Ada banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir. Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mencegah seseorang untuk berpikir dan memahami kebenaran. Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang mencari faktor-faktor yang menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik tersebut, dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan orang-orang yang terbiasa berpikir dangkal:
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum, 30: 7-8)
Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang
Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyakinannya bahwa apa yang dilakukan "sebagian besar" manusia adalah benar. Manusia biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pada mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanyakan orang, atau bahkan tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh: sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak berpikir bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak membiarkan satu orang pun berbicara mengenai masalah ini untuk mengingatkan tentang kematian. Seseorang yang berada dalam lingkungan yang demikian akan berkata,"Karena semua orang seperti itu, maka tidak ada salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka." Lalu orang tersebut menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian sama sekali. Sebaliknya, jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai orang yang takut kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir, sangat mungkin orang ini akan juga berubah sikap.
Sebagai contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana alam, ketidakadilan, ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pencurian, penggelapan uang diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribuan orang yang membutuhkan bantuan disebutkan setiap hari. Tetapi banyak dari mereka yang membaca berita-berita tersebut, membolak-balik halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan tenangnya. Pada umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam ini demikian banyak; apa yang harus dilakukan dan persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa yang sedemikian mengenaskan; serta apa yang dapat mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding orang atau pihak lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan seenaknya mereka melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tanggung jawab saya untuk menyelamatkan dunia ini?"
Kemalasan mental
Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan manusia dari berpikir.
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana yang pernah mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan para ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah sebagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih bersih" dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru. Demikian juga, ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan cara yang telah diajarkan ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka enggan berusaha menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya guna. Cara berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan yang lain yang pernah ia lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penjual…..dan orang-orang dari latar belakang apapun mempunyai cara bicara yang khas. Mereka tidak berusaha mencari yang paling tepat, paling baik dan paling menguntungkan dengan berpikir. Mereka sekedar meniru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan kemalasan dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah, seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana yang telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang walikota berusaha mencari jalan keluar tentang masalah jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat mencari pemecahan yang baru dikarenakan tidak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia jika tidak ditangani secara benar. Padahal masih banyak masalah yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan, akan mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penyebab kerugian tersebut adalah kegagalan seseorang dalam berpikir tentang tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manusia untuk merenungkan fakta yang sangat penting ini:
"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)
Anggapan bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik
Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir secara mendalam tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama lain dengan mengatakan "jangan terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal". Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama. Yang seharusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan kosong.
Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bahwa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah. Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk meraih kehidupan yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati keberkahan dan keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan dunia dengan tidak sempurna dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi manusia. Ia berpikir bahwa jika dalam kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak kenikmatan untuk manusia, maka sudah pasti kehidupan surga amat tak terbayangkan lagi keindahannya. Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang hakiki di akhirat. Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara mendalam.
Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan
apa yang diperoleh dari berpikir
Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu diantara banyak hal yang sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara tidak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir bahwa ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk meloloskan diri.
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)
Tidak berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan
sehari-hari
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam "ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Namun, tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya sekedar menghabiskan waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh jalan hidup yang sebenarnya. Tidak ada satu orang pun yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar di universitas atau membeli rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan ini semua dalam hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih sayang dan surga Allah. Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tujuan tersebut hanyalah berfungsi sebagai "sarana" untuk membantu manusia dalam meraih tujuan yang sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan yang amat besar yang didengung-dengungkan syaitan kepada manusia.
Seseorang yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan sarana tersebut sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan bahwa bekerja dan menghasilkan berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang yang beriman kepada Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika seseorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanya mengharapkan imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati oleh masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya, yakni mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia merasa sangat menyesal karena telah melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana berikut:
"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah, 9: 69).
Melihat segala sesuatu dengan "penglihatan yang
biasa", sekedar melihat tanpa perenungan
Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin menemukan berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh terhadap dirinya ketika pertama kali melihat jenazah. Saat pertama kali satu di antara para pasien mereka meninggal dapat membuat mereka termenung lama. Padahal beberapa menit yang lalu jasad tak bernyawa ini masih hidup, tertawa, memikirkan rencana-rencana, berbicara, menikmati hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang tadinya hidup serta melihat dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana masa depan, menikmati sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika pertama kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk diautopsi, mereka berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, rambut yang tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak seorang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini termasuk apa yang ada di benak mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan pembentuk semua manusia adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir yang serupa, yakni mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang melihat beberapa mayat dan mendapati beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada akhirnya menjadi terbiasa. Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau bahkan para pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh, ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap kebanyakan manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh, ketika seseorang yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruniai kehidupan yang serba berkecukupan, ia akan sadar bahwa semua yang ia miliki adalah sebuah kenikmatan untuknya. Tempat tidurnya menjadi lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap ke arah pemandangan yang indah, ia dapat membeli apapun yang diinginkannya, menghangatkan rumahnya di musim dingin sekehendaknya, dengan mudahnya pergi dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain yang kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan dengan keadaan yang sebelumnya, ia akan merasa bersyukur dan bahagia. Akan tetapi, bagi orang yang telah memiliki kesemua ini sejak lahir mungkin tak pernah terlalu memikirkan tentang nilai dari semua kenikmatan tersebut. Jadi, penilaian terhadap segala kenikmatan ini tidak mungkin dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi persoalan apakah ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir atau di kemudian hari. Sebab ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengambil semua kenikmatan yang ada darinya. Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni kendaraan, mereka akan berdoa:
"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengatakan:"Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43: 13-14)
Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun atau taman-taman mereka, mereka mengingat Allah seraya berkata, "Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka, muncul dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini. Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mungkin takjub ketika pertama kali melihat sebuah taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah sirna. Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan tidak berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai hal yang "biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang seharusnya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat merasakan kenikmatan dari keindahan taman tersebut.
Kesimpulan: wajib atas manusia untuk menghilangkan
segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia mempunyai kebebasan terhadap dirinya sendiri, dan ia akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri di hadapan Allah. Mesti senantiasa diingat bahwa Allah menguji manusia dalam hidupnya di dunia. Sikap orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir, bernalar ataupun memahami kebenaran adalah bagian dari ujian untuknya. Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak akan berkata,"Kebanyakan manusia tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa saya sendirian yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan menerima dan menjalani ujian tersebut dengan memikirkan tentang kelalaian orang-orang terebut, dan memohon perlindungan Allah agar tidak menjadikannya termasuk dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa keadaan mereka bukanlah alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an, Allah memberitakan di banyak ayat bahwa kebanyakan manusia berada dalam kelalaian dan tidak beriman:
"Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS. Yuusuf, 12: 103)
"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Qur’an). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS. Ar-Ra’d, 13: 1)
"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Furqaan, 25: 50)
Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang tersesat akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:
"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala sesuatu yang mencegah mereka dari berpikir untuk kemudian secara ikhlas dan jujur memikirkan dengan seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan kami adalah untuk memberikan petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari apa yang mereka pikirkan".
Hal-hal Yang Hendaknya Dipikirkan
Sejak awal, kami telah menekankan pentingnya berpikir, manfaat-manfaatnya bagi manusia dan sarana yang membedakan manusia dari makhluk lain. Kami telah menyebutkan pula sebab-sebab yang menghalangi manusia dari berpikir. Semua ini mempunyai tujuan utama mendorong manusia untuk berpikir dan membantu mereka mengetahui tujuan penciptaan dirinya; serta agar manusia mengagungkan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Di halaman-halaman berikutnya, kami akan mencoba menjelaskan bagaimana orang yang beriman kepada Allah berpikir tentang segala sesuatu yang dijumpainya sepanjang hari dan mendapatkan pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang ia saksikan; bagaimana ia seharusnya bersyukur dan menjadi semakin dekat kepada Allah setelah menyaksikan keindahan dan ilmu Allah di segala sesuatu.
Sudah pasti apa yang disebutkan di sini hanya mencakup sebagian kecil dari kapasitas berpikir seorang manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk setiap saat (dan bukan setiap jam, menit atau detik, tapi satuan waktu yang lebih kecil dari itu, yakni setiap saat) dalam hidupnya. Ruang lingkup berpikir manusia sedemikian luasnya sehingga tidak mungkin untuk dibatasi. Oleh karena itu, uraian di bawah ini bertujuan untuk sekedar membukakan pintu bagi mereka yang belum menggunakan sarana berpikir mereka sebagaimana mestinya.
Perlu diingat bahwa hanya mereka yang berpikir secara mendalam lah yang mampu memahami dan berada pada posisi lebih baik dibandingkan makhluk lain. Mereka yang tidak dapat melihat keajaiban dari peristiwa-peristiwa di sekitarnya dan tidak dapat memanfaatkan akal mereka untuk bepikir adalah sebagaimana diceritakan dalam firman Allah berikut:
"Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS. Al-Baqarah, 2: 171)
"… Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 179)
"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al-Furqaan, 25: 44)
Hanya mereka yang mau berpikir yang mampu melihat dan kemudian memahami tanda-tanda kebesaran Allah, serta keajaiban dari obyek dan peristiwa-peristiwa yang Allah ciptakan. Mereka mampu mengambil sebuah kesimpulan berharga dari setiap hal, besar ataupun kecil, yang mereka saksikan di sekeliling mereka.
Ketika seseorang bangun dari tidurnya di pagi hari…
Tidak diperlukan kondisi khusus bagi seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi orang yang baru saja bangun tidur di pagi hari pun terdapat banyak sekali hal-hal yang dapat mendorongnya berpikir.
Terpampang sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan telah sirna. Ia siap untuk memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia teringat sebuah firman Allah:
"Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)
Setelah membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai persoalan yang bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan dari sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan pagi atau pukul berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus memikirkan tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama, bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa. Kendatipun telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di keesokan harinya ia kembali lagi kepada kesadaran dan kepribadiannya. Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami musibah apapun malam itu. Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat menyebabkan kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat tinggalnya.
Ia mungkin saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun tidur dengan rasa sakit yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan selamat dan sehat. Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas kasih sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya.
Memulai hari yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali memberikan seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di akhirat.
Ingat akan semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu dengan cara yang diridhai Allah. Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini. Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19)
Bagaimana kelemahan manusia mendorong
seseorang untuk berpikir?
Tubuh manusia yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain. Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang kelemahan dirinya.
Bagi orang yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di dalam cermin dapat memunculkan beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak usia dua dekade dari masa hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat di wajahya. Di usia yang ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai kelihatan di bawah kelopak mata dan di sekitar mulutnya, kulitnya tidak lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan bentuk fisik terlihat di sebagian besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang semakin senja, rambutnya memutih dan tangannya menjadi rapuh.
Bagi orang yang berpikir tentang hal ini, usia senja adalah peristiwa yang paling nyata yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan dan kerakusan akan dunia. Orang yang memasuki usia tua memahami bahwa detik-detik menuju kematian telah dekat. Jasadnya mengalami proses penuaan dan sedang dalam proses meninggalkan dunia ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai melemah kendatipun ruhnya tidaklah berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia sangat terpukau oleh ketampanan atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah mereka semasa masih muda. Pada umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan ataupun cantik bersikap arogan, sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak menarik merasa rendah diri dan tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata yang menunjukkan sifat sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan seseorang. Sehingga dapat diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas oleh Allah adalah akhlaq baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang kepada Allah.
Setiap saat ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan.
Segala kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang menarik untuk direnungkan: tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang hitam ternyata memiliki bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat tidak sedap muncul dari orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi mereka yang sombong dan membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil pelajaran darinya.
Bagaimana beberapa karakteristik tubuh manusia
membuat anda berpikir?
Ketika melihat diri sendiri di dalam cermin, seseorang berpikir tentang berbagai hal yang sebelumnya tak pernah muncul dalam benaknya. Sebagai contoh: bulu mata, alis, tulang belulang dan gigi-giginya tidak tumbuh memanjang terus menerus. Dengan kata lain, di bagian tubuh dimana pertumbuhan anggota badan yang terus menerus akan menjadi sesuatu yang menyusahkan dan menghalangi pandangannya, maka anggota tubuh tersebut berhenti tumbuh. Sebaliknya, rambut yang kelihatan indah jika tumbuh memanjang, tidak berhenti tumbuh. Disamping itu, ada keseimbangan yang sempurna dalam pertumbuhan tulang-belulang. Misalnya tulang anggota bagian atas tidak akan tumbuh memanjang begitu saja sehingga menyebabkan badan kelihatan lebih pendek. Semua tulang ini berhenti pada saat tertentu seakan-akan tiap-tiap tulang tersebut tahu seberapa panjang mereka harus tumbuh.
Sudah barang tentu, semua yang telah disebutkan di sini terjadi akibat dari reaksi-reaksi fisika dan kimia yang terjadi dalam tubuh. Orang yang merenungkan hal ini akan juga bertanya-tanya bagaimana reaksi-reaksi ini terjadi. Siapa yang memasukkan hormon-hormon dan enzim-enzim yang bertanggung jawab atas pertumbuhan ke dalam tubuh sesuai dengan dosis yang dibutuhkan? Dan siapakah yang mengontrol kadar dan waktu sekresi dari hormon dan enzim tersebut?
Tidak dapat dipungkiri bahwa mustahil untuk mengatakan bahwa ini semua terjadi secara kebetulan. Tidaklah mungkin sel-sel atau atom-atom pembentuk manusia yang tidak mempunyai kesadaran tersebut melakukan hal yang demikian dengan sendirinya. Ini adalah bukti bahwa fenomena tersebut terjadi karena kekuasaan Allah yang menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Ketika dalam perjalanan…
Setelah bangun tidur dan bersiap-siap di pagi hari, orang-orang kemudian berangkat ke kantor, sekolah atau melakukan pekerjaan mereka di luar rumah. Bagi orang yang beriman, keberangkatan ini adalah awal dari melakukan amal kebaikan yang mendatangkan ridha Allah. Ketika meninggalkan rumah dan bepergian ke luar, seseorang akan menjumpai banyak hal yang dapat ia pikirkan, misalnya ribuan manusia, kendaraan, pohon, besar dan kecil, dan beragam hal yang terdapat di banyak tempat. Dalam hal ini, pandangan orang yang beriman sudah jelas, yakni bahwa ia berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dari yang ia jumpai di sekelilingnya. Ia memikirkan tentang sebab-sebab dari peristiwa-peristiwa yang ada. Karena apa yang sedang ia saksikan terjadi dengan pengetahuan dan kehendak Allah, maka pasti ada sebuah makna di balik peristiwa atau pemandanga itu. Karena Allah lah yang memampukannya untuk pergi ke luar rumah serta meletakkan semua pemandangan ini di depan matanya, maka sudah pasti dari pemandangan-pemandangan tersebut ada yang mesti dilihat dan dipikirkan. Sejak bangun tidur, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya umur satu hari lagi di dunia yang dapat digunakannya sebagai modal untuk mendapatkan pahala dari Allah. Kini, ia tengah memulai perjalanan yang dapat mendatangkan pahala baginya. Menyadari hal ini, ia teringat akan firman Allah: "Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan", (QS. An-Naba’, 78 :11). Berpedomankan ayat tersebut, ia membuat rencana tentang bagaimana menghabiskan waktunya di siang hari dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak hanya bermanfaat untuk orang lain akan tetapi juga mendatangkan ridha Allah.
Ketika berada dalam mobilnya atau di atas kendaraan apapun dengan pola pikir yang demikian, ia pun kembali bersyukur kepada Allah. Tidak menjadi masalah, betapapun jauhnya jarak perjalanan yang harus ia tempuh, ia masih memiliki sarana untuk pergi ke sana. Untuk memudahkan manusia, Allah telah menciptakan beragam sarana transportasi untuk membantu manusia dalam melakukan perjalanan. Bahkan kemajuan teknologi saat sekarang telah menyediakan sarana transportasi baru berupa mobil, kereta api, pesawat terbang, kapal laut, helikopter, bus…Ketika merenungkan hal ini, seseorang akan kembali teringat: Allah lah yang telah menciptakan teknologi untuk membantu manusia.
Setiap hari, para ilmuwan membuat penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi baru yang dapat memudahkan hidup kita. Mereka menghasilkan ini semua melalui sarana yang diciptakan Allah di bumi. Seseorang yang memikirkan tentang masalah tersebut akan menikmati perjalanannya sambil bersyukur kepada Allah atas kemudahan yang diberikan kepadanya.
Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia menyaksikan tumpukan sampah dengan bau yang tak sedap, tempat-tempat kumuh di sepanjang jalan. Hal ini menimbulkan beragam pikiran dalam benaknya:
Ketika masih berada di dunia, Allah telah memberikan informasi kepada kita yang membantu kita memperoleh gambaran tentang surga dan neraka; atau mengira-ngira keadaan kedua tempat ini dengan menggunakan perbandingan. Tumpukan sampah, bau yang tidak sedap dan daerah-daerah kumuh dapat menimbulkan stres atau tekanan dalam jiwa seseorang. Tak seorangpun ingin tinggal di tempat tersebut. Keadaan ini mengingatkan seseorang tentang neraka dan ayat-ayat yang mengisahkan neraka. Di banyak ayat-ayat Al-Qur'an Allah telah menceritakan segala sesuatu yang tidak menyenangkan, gelap serta menjijikkan tentang neraka:
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. (QS. Al-Waaqi’ah, 56:41-44)
"Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka): "Jangan kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak" (QS. Al-Furqaan, 25:13-14)
Dengan memikirkan ayat-ayat di atas, orang tersebut berdoa agar Allah menjauhkannya dari siksa neraka dan mengampuni segala kesalahannya.
Sebaliknya, seseorang yang tidak menggunakan cara berpikir yang demikian akan menghabiskan waktunya dengan menggerutu, kesal dan selalu mencari kambing hitam dari setiap permasalahan. Ia marah sekali kepada orang-orang yang menumpuk sampah tersebut dan pihak pemerintahan daerah setempat yang terlambat untuk mengumpulkan dan membuangnya. Sepanjang hari pikirannya disibukkan dengan hal-hal seperti: jalan raya yang penuh dengan lubang; orang-orang yang menyebabkan lalu lintas macet; badannya yang basah kuyup kehujanan akibat ulah badan meteorologi yang salah dalam memperkirakan cuaca; cemoohan kasar dari bossnya, dan lain sebagainya. Namun, pikiran yang sia-sia ini tidaklah bermanfaat dalam kehidupan akhiratnya nanti. Seseorang mungkin berhenti sejenak kemudian berpikir apakah ia seharusnya menghiraukan banyak hal. Sungguh, banyak orang mengatakan bahwa alasan utama yang mencegah mereka dari berpikir adalah segala kesibukan yang mengharuskan mereka bekerja keras terus-menerus di dunia. Mereka berdalih bahwa mereka tidak mampu berpikir karena sibuk dengan masalah pangan, perumahan dan kesehatan. Akan tetapi ini hanyalah sekedar alasan untuk mengelak. Tanggung jawab dan kondisi tersebut tidak ada hubungannya dengan berpikir sebagaimana yang dikehendaki di sini. Seseorang yang berusaha untuk berpikir dalam rangka mencari ridha Allah akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Ia akan melihat bahwa, seiring dengan bergantinya hari, beragam persoalan yang biasanya menjadi masalah baginya satu demi satu terselesaikan; hingga ia dapat meluangkan waktu untuk berpikir dan berpikir lagi. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang sadar, paham dan mengalami hal yang demikian.
Bagaimana dunia yang berwarna-warni mendorong
seseorang berpikir?
Masih dalam perjalanannya, ia terus berusaha melihat keajaiban dari ayat-ayat ataupun ciptaan Allah di sekitarnya, dan memuji Allah ketika memikirkan ini semua. Ketika melihat ke luar melalui jendela mobilnya, ia menyaksikan dunia yang penuh dengan beragam warna. Lalu ia pun berpikir: "Bagaimana segala sesuatu akan terlihat seandainya dunia ini tidak berwarna?"
Lihatlah gambar-gambar di bawah dan anda pun mulai berpikir. Apakah kenikmatan yang kita rasakan dari memandang laut, pegunungan atau bunga yang tidak berwarna sebanding dengan sebagaimana yang anda lihat sekarang? Apakah pemandangan langit, buah, kupu-kupu, pakaian dan wajah-wajah manusia sebagaimana yang terlihat oleh anda sekarang memberikan kepuasan? Adalah nikmat dari Tuhan bahwa kita hidup di sebuah dunia yang cerah ceria dan memiliki beragam warna. Setiap warna yang kita lihat di alam, keseimbangan yang sempurna dari warna-warna makhluk hidup, semuanya adalah tanda-tanda tentang karya cipta dan seni khas Allah yang tak tertandingi. Beragam warna dari bunga atau burung; dan keharmonisan atau corak yang anggun antara warna-warna yang ada; bahwa tak satupun warna di alam ini yang mengganggu penglihatan kita; warna lautan, langit, pohon-pohon yang demikian serasi sehingga menimbulkan kedamaian dan tidak melelahkan mata kita, semua ini menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan merenungkan beberapa fenomena tersebut, seseorang akan paham bahwa setiap sesuatu yang ia lihat di sekelilingnya adalah hasil dari ilmu dan kekuasaan Allah yang tak terbatas dan absolut. Setelah sadar akan segala nikmat yang Allah anugerahkan ini, ia pun menjadi hamba yang takut kepada Allah dan memohon perlindungan kepada-Nya agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang tidak bersyukur. Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan fenomena warna-warna, dan berfirman bahwa hanya mereka yang memiliki pengetahuan, yakni mereka yang menyelami lebih jauh dengan berpikir dan menarik kesimpulan serta pelajaran dari fenomena ini lah yang memiliki rasa takut kepada Allah:
"Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Faathir, 35: 27-28).
Bagaimana sebuah mobil jenazah yang melintas di
jalan mendorong seseorang untuk berpikir?
Seseorang yang sedang bergegas menuju ke suatu tempat secara tiba-tiba berpapasan dengan mobil jenazah. Sungguh ini adalah kesempatan yang baik untuk berhenti sejenak dan menenangkan diri. Pemandangan yang ia temui mengingatkannya akan kematian. Suatu hari ia juga akan berada di mobil jenazah itu. Tiada keraguan tentang terhadapnya, tak peduli seberapa besar usaha untuk menghindarinya, cepat atau lambat kematian pasti akan datang menghampirinya. Tak peduli apakah ia sedang berada di tempat tidurnya, ketika dalam perjalanan, atau ketika berlibur, ia pasti akan meninggalkan dunia ini. Kematian adalah kenyataan yang tidak dapat dihindari.
Di saat yang demikian, seorang mukmin teringat akan ayat Allah berikut:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya." (QS. Al-Ankabuut, 29: 57-59).
Keyakinan seseorang bahwa jasadnya akan juga dimasukkan dalam peti mati, ditimbun tanah oleh kerabatnya, namanya akan diukir diatas kuburan, akan menghilangkan kecintaannya kepada dunia. Seseorang yang dengan ikhlas dan secara sadar berpikir tentang hal ini paham bahwa tidaklah masuk akal untuk mengklaim kepemilikan tubuh yang suatu hari akan membusuk di dalam tanah.
Dalam ayat di atas, Allah memberikan kabar gembira berupa surga setelah kematian kepada mereka yang sabar dan bertawakal kepada Allah. Oleh karenanya, dengan berpikir bahwa suatu hari ia akan mati, seorang mukmin akan berusaha menjalani hidup dengan akhlaq yang baik sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk meraih surga. Setiap saat ia teringat akan dekatnya kematian, tekadnya untuk mendapatkan surga semakin menguat dan mendorongnya untuk senantiasa berusaha bertingkah laku sesuai dengan akhlaqnya yang semakin lama semakin baik.
Sebaliknya, orang-orang yang condong memikirkan hal-hal yang lain, dan menghabiskan hidup dengan angan-angan kosong, tidak berpikir bahwa suatu hari hal yang sama pasti akan menimpa mereka meskipun mereka berpapasan dengan mobil jenazah, setiap hari melewati kuburan atau bahkan salah satu orang yang paling dicintai meninggal dunia di samping mereka sendiri.
Di siang hari…
Ketika menyaksikan segala peristiwa yang ditemuinya sepanjang hari, orang beriman selalu berpikir tentang tanda-tanda kebesaran Allah dan berusaha untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Ia menanggapi setiap kebaikan ataupun malapetaka sebagai sesuatu yang memiliki kebaikan sebagaimana dikehendaki Allah. Di mana saja ia berada, di sekolah, di tempat kerja ataupun di pasar, dan dengan berprasangka dan berpikir bahwa Allahlah yang menciptakan setiap sesuatu, ia selalu berusaha memahami keindahan-keindahan dan makna tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa yang diciptakan-Nya untuk kemudian menjalani hidup dengan mematuhi ayat-ayat Allah. Sikap orang mukmin ini digambarkan dalam Al-Qur'an:
"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. An-Nuur, 24: 37-38)
Bagaimana orang berpikir ketika menghadapi
kesulitan-kesulitan yang ditemuinya dalam pekerjaan?
Manusia mungkin menghadapi berbagai macam kesulitan selama satu hari penuh. Namun apapun kesulitan tersebut, hendaklah ia berkeyakinan kepada Allah dan berpikir bahwa "Allah menguji kita dengan sesuatu yang kita kerjakan dan pikirkan dalam hidup di dunia. Ini adalah kenyataan yang sangat penting yang seharusnya tidak pernah kita lupakan sekejap pun. Oleh karenanya, ketika menemui kesulitan dalam setiap hal yang kita lakukan atau pikirkan, sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya, kita hendaknya selalu ingat bahwa semua kesulitan ini telah dihadapkan oleh Allah kepada kita untuk menguji perbuatan kita."
Pikiran-pikiran yang muncul dalam benak seseorang ini berlaku untuk semua peristiwa, besar atau kecil, yang ia jumpai sepanjang hari. Sebagai contoh, seseorang membayar lebih tanpa sengaja akibat salah pengertian atau kecerobohan; sebuah file yang telah diselesaikan dalam waktu berjam-jam dengan menggunakan komputer dapat hilang begitu saja akibat terputusnya aliran listrik; seorang pelajar gagal dalam ujian universitas meskipun ia telah belajar secara sungguh-sungguh; seseorang terpaksa menghabiskan harinya menunggu dalam antrian untuk mendapatkan pekerjaan akibat birokrasi yang terlalu rumit; dokumen yang hilang dapat menjadi masalah yang menyebabkan pekerjaan seseorang tidak karuan; seseorang ketinggalan pesawat, atau bus ketika hendak pergi ke suatu tujuan yang mesti dihadirinya seawal mungkin…Ada banyak sekali peristiwa-peristiwa yang dialami seseorang dalam hidup yang dianggapnya merupakan sebuah kesulitan atau "masalah".
Ketika mengalami semua peristiwa tersebut, orang yang beriman akan berpikir dan ingat bahwa Allah menguji perilaku dan kesabarannya; sehingga tidaklah masuk akal bagi orang yang yakin bahwa ia akan mati dan mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat terpengaruh dengan hal-hal serupa dan menghabiskan waktunya dengan perasaan takut dan khawatir akan hal tersebut. Ia paham bahwa ada sebuah kebaikan di balik semua peristiwa ini. Ia tak pernah mengatakan "Aduh" terhadap kejadian apapun. Ia berdoa kepada Allah untuk memudahkan pekerjaan-pekerjaannya dan menjadikan segala sesuatunya sebagai kebaikan.
Ketika kesulitan tersebut telah berlalu dengan datangnya kemudahan, ia berpikir bahwa ini adalah jawaban dari doanya kepada Allah, Allah mendengarkan dan, kemudian, mengabulkan doa-doanya. Pada akhirnya ia pun bersyukur kepada Allah.
Ketika menjalani hari dengan prinsip berpikir seperti ini, maka seseorang tak akan pernah putus harapan, merasa khawatir, menyesal ataupun menderita terhadap apapun yang dialaminya. Ia tahu bahwa Allah telah menciptakan semua ini untuk sebuah kebaikan dan keberkahan. Tidak hanya itu, ia berpikir yang demikian tidak hanya ketika terjadi peristiwa-peristiwa besar yang menimpanya, namun juga di semua hal yang rumit, besar ataupun kecil, yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Coba pikirkan, ada orang yang tidak mendapati urusannya yang penting terselesaikan sebagaimana yang ia kehendaki. Ataupun orang yang ketika hampir saja meraih tujuan, dihadapkan pada sebuah masalah yang serius. Orang ini mendadak menjadi sangat kecewa, merasa khawatir dan tertekan. Pendek kata, dirinya dipenuhi dengan pikiran-pikiran buruk. Sebaliknya, seseorang yag berpikir bahwa ada sesuatu kebaikan pada semua hal, akan berusaha menemukan makna-makna tersembunyi yang Allah tunjukkan padanya melalui peristiwa tersebut. Ia berpikir bahwa mungkin Allah telah melakukan ini semua untuk memberinya peringatan agar lebih berhati-hati dan serius dalam menangani masalah. Dengan demikian, ia pun kembali melakukan persiapan-persiapan yang lebih matang, serta bersyukur kepada Allah sambil mengatakan "mungkin ini membantu mencegah timbulnya malapetaka yang lebih besar lagi".
Seseorang yang ketinggalan bus ketika hendak menuju suatu tempat, berpikir: "mungkin keterlambatan dan ketertinggalan saya dari bus tersebut telah menyelamatkan saya dari kecelakaan atau bahaya yang lain". Ia berpikir lagi: "mungkin masih banyak lagi hikmah-hikmah tersembunyi yang serupa". Banyak sekali contoh-contoh semisal yang dapat ditemukan dalam kehidupan manusia. Yang paling penting adalah rencana-rencana seseorang tidak harus selalu terlaksana sesuai dengan yang ia kehendaki. Secara mendadak ia mungkin mendapati dirinya berada dalam situasi yang sangat berbeda dari apa yang ia rencanakan. Dalam kondisi yang demikian, seseorang yang berkepribadian dan berperilaku secara tenang serta senantiasa mencari kebaikan dari sebuah peristiwa akan memperoleh keberuntungan. Hal ini dikarenakan Allah berfirman dalam ayat-Nya:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2: 216)
Sebagaimana firman Allah di atas, kita tidak mengetahui tetapi Allah mengetahui. Karena itu, hanya Allahlah yang mengetahui apa yang baik dan yang tidak baik untuk kita. Segala yang menimpa manusia hanyalah agar manusia mengambil Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang sebagai tempat mengadu dan meminta pertolongan, serta menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya.
Hal-hal yang terpikirkan ketika sedang mengerjakan
sesuatu…
Manakala sedang mengerjakan sesuatu, seharusnya seseorang tidak membiarkan akalnya kosong, akan tetapi senantiasa memikirkan segala sesuatu yang baik. Otak manusia memiliki kemampuan untuk berpikir lebih dari satu hal pada saat yang bersamaan. Seseorang yang sedang mengendarai mobil, membersihkan rumah, bekerja mencari nafkah, berjalan di jalan raya, pada saat yang sama dapat berpikir hal-hal yang baik.
Ketika membersihkan rumah, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya sarana seperti air dan detergen. Sadar bahwa Allah menyukai kebersihan dan orang yang membersihkan diri, ia memandang pekerjaan yang sedang ia lakukan sebagai bentuk ibadah sehingga dengan melakukan hal tersebut ia mengharapkan ridha Allah. Di samping itu, ia merasa bahagia karena telah mempersiapkan tempat yang nyaman untuk orang lain dengan membersihkan tempat tinggalnya.
Seseorang yang tengah mengerjakan sesuatu, terus-menerus berdoa kepada Allah dan memohon agar dimudahkan dalam pekerjaannya karena yakin bahwa ia tidak dapat melakukan suatu pekerjaan dengan baik tanpa pertolongan Allah. Kita mengetahui di dalam Al-Qur'an bahwa para Nabi memberikan contoh kepada kita dengan terus menerus menghadapkan diri mereka kepada Allah dalam kesendirian, dan selalu mengingat Allah ketika mengerjakan sesuatu. Diantara contoh ini adalah Nabi Musa. Beliau menolong dua orang wanita yang ditemuinya dalam perjalanan. Setelah membantu memberikan minum untuk binatang gembalaan mereka, beliau berdoa kepada Allah:
"Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo’a: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". (QS. Al-Qashas, 28: 23-24)
Contoh lain yang kita temui dalam Al-Qur'an yang berkenaan dengan masalah ini adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il. Allah menceritakan bahwa kedua Nabi ini memikirkan kemaslahatan orang-orang mukmin yang lain pada saat keduanya sedang melaksanakan suatu pekerjaan. Mereka berdoa kepada-Nya sehubungan dengan pekerjaan yang sedang mereka lakukan:
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Baqarah, 2: 127-129)
Bagaimana sarang laba-laba mendorong
seseorang untuk berpikir?
Banyak hal yang dapat dipikirkan oleh seseorang yang menghabiskan harinya dalam rumah. Ketika sedang membersihkan rumah, ia menjumpai seekor laba-laba yang merajut sarangnya di sebuah sudut rumah tersebut. Jika ia menyadari keharusan untuk memikirkan binatang yang seringkali tidak dihiraukan orang ini, ia akan mengerti bahwa pintu pengetahuan telah dibuka untuknya. Serangga kecil yang sedang disaksikannya adalah sebuah keajaiban. Sarang laba-laba tersebut memiliki bentuk simetri yang sempurna. Ia pun kagum terhadap seekor laba-laba yang mungil tetapi memiliki kemampuan dalam membuat sebuah disain sempurna yang sedemikian menakjubkan. Setelah itu ia membuat sebuah pengamatan singkat hingga mendapatkan beberapa fakta lain: serat yang digunakan laba-laba ternyata 30% lebih fleksibel dari serat karet dengan ketebalan yang sama. Serat yang diproduksi oleh laba-laba ini memiliki mutu yang demikian tinggi sehingga ditiru oleh manusia dalam pembuatan jaket anti peluru. Sungguh luar biasa, sarang laba-laba yang dianggap sederhana oleh kebanyakan manusia, ternyata terbuat dari bahan yang mutunya setara dengan bahan industri paling ideal di dunia.
Ketika menyaksikan disain yang sempurna pada makhluk hidup di sekitarnya, manusia terus menerus berpikir hingga kemudian mendorongnya untuk menemukan lebih banyak fakta-fakta yang menakjubkan. Ketika mengamati sebuah lalat yang setiap saat dijumpainya namun belum pernah diperhatikannya atau bahkan merasa sangat terganggu dan ingin sekali membunuhnya, ia melihat bahwa serangga tersebut memiliki kebiasaan membersihkan diri sampai bagian-bagian yang terkecil dari tubuhnya sekalipun. Lalat tersebut seringkali hinggap di suatu tempat lalu membersihkan tangan dan kakinya secara terpisah. Setelah itu lalat ini membersihkan debu yang menempel pada sayap dan kepalanya dengan menggunakan tangan dan kakinya secara menyeluruh. Lalat ini terus saja melakukan yang demikian sampai yakin akan kebersihannya. Semua lalat dan serangga membersihkan tubuh mereka dengan cara yang sama: dengan penuh perhatian dan ketelitian sampai ke hal-hal yang kecil sekalipun. Ini menunjukkan adanya satu-satunya Pencipta yang mengajarkan kepada mereka cara membersihkan diri mereka sendiri.
Ketika terbang, lalat mengepakkan sayapnya kurang lebih 500 kali setiap detik. Padahal tak satupun mesin buatan manusia yang mampu memiliki kecepatan yang luar biasa ini. Kalaulah ada, mesin itu akan hancur dan terbakar akibat gaya gesek. Namun sayap, otot ataupun persendian lalat ini tidak mengalami kerusakan. Lalat dapat terbang ke arahmanapun tanpa terpengaruh oleh arah dan kecepatan angin. Dengan teknologi yang paling mutakhir sekalipun, manusia masih belum mampu membuat mesin yang memiliki spesifikasi dan teknik terbang yang luar biasa sebagaimana lalat. Begitulah, makhluk hidup yang cenderung diremehkan dan tidak terlalu mendapat perhatian manusia, dapat melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukan manusia. Tidak diragukan lagi, tidaklah mungkin mengklaim bahwa seekor lalat melakukan ini semua semata-mata karena kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki. Semua karakteristik istimewa dari lalat adalah kemampuan yang Allah berikan kepadanya
Segala sesuatu yang terlihat sepintas oleh manusia ternyata didalamnya terdapat kehidupan, baik yang terlihat ataupun tidak. Tak satu sentimeter persegi pun di bumi ini yang di dalamnya tidak terkandung kehidupan. Manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan adalah makhluk yang mampu dilihat oleh manusia. Namun, masih ada makhluk-makhluk lain yang tidak terlihat oleh manusia akan tetapi manusia sadar akan keberadaannya. Misalnya rumah yang ia diami yang penuh dengan makhluk-makhluk mikroskopis yang disebut "tungau". Demikian pula halnya dengan udara yang ia hirup, di dalamnya mengandung virus yang tak terhingga banyaknya, atau tanah kebunnya yang mengandung bakteri yang sangat banyak.
Seseorang yang merenung tentang keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan di bumi, akan mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini. Tiap makhluk yang ia lihat adalah tanda-tanda keagungan karya seni ciptaan Allah, demikian pula halnya dengan keajaiban luar biasa yang tersembunyi dalam makhluk-makhluk mikroskopis tersebut. Virus, bakteri ataupun tungau yang tidak terlihat oleh mata telanjang memiliki mekanisme tubuh yang unik. Habitat, cara makan, sistim reproduksi dan pertahanan mereka semuanya diciptakan oleh Allah. Seseorang yang memikirkan secara mendalam tentang fenomena ini teringat ayat Allah:
"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Ankabuut, 29: 60)
Bagaimana penyakit mendorong seseorang
untuk berpikir?
Manusia adalah makhluk yang memiliki banyak kelemahan dan harus selalu terus-menerus berusaha untuk mengatasi kelemahan tersebut. Adanya penyakit yang diderita manusia adalah gambaran paling jelas tentang kelemahan tersebut. Oleh karenanya, ketika seseorang atau sahabatnya jatuh sakit, ia hendaknya berpikir tentang makna yang terkandung dari musibah ini. Ketika sedang berpikir, ia memahami bahwa flu yang dianggap sebagai penyakit yang biasa pun memiliki pelajaran-pelajaran yang darinya manusia dapat mengambil hikmah ataupun peringatan. Ketika terjangkiti penyakit tersebut, ia memikirkan hal-hal seperti: pertama, penyebab utama flu adalah virus yang teramat kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, makhluk yang kecil ini sudah cukup untuk membuat manusia yang bobotnya 60-70 kg menjadi kehilangan kekuatan, membuatnya sedemikian lemah sehingga tak mampu berjalan ataupun berbicara sekalipun. Seringkali obat atau makanan yang ia makan tidak membantu meringankan penderitaannya. Satu-satunya yang dapat ia lakukan adalah beristirahat dan menunggu. Dalam tubuhnya, berlangsung sebuah peperangan yang ia tak pernah mampu untuk campur tangan, dengan kata lain ia dibuat lumpuh tak berdaya melawan organisme yang sangat kecil. Dalam keadaan yang demikian, ia hendaknya mengingat ayat Allah:
"(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
(Ibrahim berdo'a): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh". (QS. Asy-Syu‘araa, 26: 78-83)
Seseorang yang terjangkiti penyakit apapun hendaknya membandingkan sikapnya ketika sehat dan setelah pulih dari sakit, kemudian berpikir tentang hal tersebut. Seharusnya ia menyadari keadaanya yang lemah ketika sakit, perasaan ketergantungan kepada Allah yang sangat. Hal ini tercermin, misalnya, dalam keikhlasan dan kekhusu’annya ketika berdoa kepada Allah menjelang dioperasi.
Sebaliknya, ketika mengetahui orang lain sedang menderita sakit, ia hendaknya segera bersyukur kepada Allah sambil berpikir tentang keadaannya yang sehat. Manakala melihat orang yang cacat kaki, misalnya, orang beriman memikirkan bahwa kakinya adalah nikmat yang sangat besar dan penting bagi dirinya. Ia memahami bahwa kemampuannya untuk berjalan atau berlari ke manapun serta melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain sejak bangun tidur di pagi hari adalah nikmat dari Allah. Dengan membuat perbandingan seperti ini, ia akan lebih memahami besarnya nikmat yang telah didapatkannya.
Bagaimana seseorang berpikir ketika bertemu dengan
orang yang arogan, tidak sopan, suka menyinggung
perasaan orang lain dan berperangai buruk?
Ketika berada di kantor atau sekolah sepanjang hari, seseorang akan bertemu dengan berbagai tipe manusia. Sebagian dari mereka mungkin tidak berakhlaq baik dan tidak takut kepada Allah. Seorang mukmin yang bertemu dengan orang-orang ini tidak akan terpengaruh oleh keadaan mereka, sebaliknya tetap istiqomah dengan akhlaq luhurnya sebagaimana yang diajarkan Allah. Ia memahami bahwa penyebab perilaku buruk mereka adalah ketiadaan rasa takut kepada Allah serta ingkar kepada hari akhir. Gambaran berikut ini lalu muncul dalam benaknya: Allah telah memperingatkan tentang siksa neraka dan memerintahkan manusia agar memikirkan adzabnya yang kekal, sehingga manusia mau memperbaiki perilaku mereka dalam kehidupan dunia, kembali kepada Allah dengan merendahkan diri dan melaksanakan ajaran agama secara ikhlas. Seandainya seseorang menyadari bahwa ia sedang berhadapan dengan ancaman yang sedemikian berat dan serius, ia pasti akan melakukan segala sesuatu agar dapat meloloskan diri dari ancaman tersebut. Sebaliknya mereka yang tidak memikirkannya, sehingga tidak memahami betapa seriusnya ancaman tersebut, akan berperilaku seolah-olah tempat yang penuh dengan bara dan siksaan yang dipersiapkan untuk mereka itu tidak lah ada.
Sadar akan kenyataan ini, beberapa hal penting lain terlintas dalam pikirannya: ketika dikumpulkan di tepi jurang neraka, perilaku orang-orang yang berperangai buruk tersebut akan berbeda sama sekali dengan perilaku mereka ketika di dunia. Orang yang ketika masih hidup di dunia berperangai buruk, tidak malu untuk bertindak yang semena-mena dan arogan akan memiliki ekspresi muka, sikap dan cara berbicara yang tidak seperti biasanya pada hari penghisaban, yakni ketika ia diseret ke depan jurang neraka dan terus menerus disiksa.
Atau jika orang yang agresif, kasar dan seringkali melakukan tindak kejahatan dan tidak memiliki rasa kemanusiaan dibawa ke tepi jurang neraka, ia akan merasakan penyesalan yang abadi ketika melihat adzab neraka.
Seseorang selalu mengemukakan berbagai macam alasan untuk tidak menjalankan agama dan tidak melaksanakan ibadah dalam hidupnya di dunia. Namun ia tidak akan dapat mengatakan alasan-alasan tersebut ketika diperintah melaksanakan sholat pada saat sedang menanti di depan gerbang neraka.
Orang yang takut kepada Allah tidak pernah melupakan kenyataan ini. Karena senantiasa memikirkan siksa neraka, ia mengetahui mana perilaku, kata-kata yang benar serta akhlaq yang baik. Dengan keyakinan yang kuat dan senantiasa mengingat keberadaan neraka, ia selalu berbuat seolah-olah ia berada sangat dekat dengan neraka, dan memikirkan bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang ia kerjakan.
Allah menyeru manusia untuk memikirkan neraka dan hari penghisaban:
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu juga kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya". (QS. Aali ‘Imraan, 3: 30)
Ketika sedang makan…
"Allah lah yang menjadikan bumi bagi kamu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Ghaafir, 40:64)
Allah telah menyediakan untuk manusia berbagai jenis makanan dan minuman yang baik, bersih dan lezat di dunia. Sudah barang tentu, semua ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga terhadap manusia. Meskipun manusia mampu bertahan hidup hanya dengan satu jenis makanan dan minuman, akan tetapi Allah telah menganugerahkan kepada mereka kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya dengan menciptakan beragam makanan: buah-buahan, sayur-sayuran dan berbagai macam jenis daging…
Mengetahui bahwa segala kebaikan berasal dari Allah, orang yang beriman akan memikirkan semua ini dan bersyukur kepada Allah setiap saat ketika duduk di depan meja makan dan bersiap-siap menikmati hidangan.
Bagaimana buah-buahan yang disajikan mendorong
seseorang untuk berpikir?
Dalam banyak ayat Al-Qur'an, disebutkan bahwa Allah telah memberi nikmat kepada manusia dengan beraneka ragam buah-buahan yang disajikan kepada seseorang ketika sedang makan. Di atas meja makan dihidangkan berbagai macam sayur-sayuran yang sebelumnya tumbuh di atas tanah; dan makanan yang dihasilkan dari hewan. Sesuai fitrahnya, manusia diciptakan untuk menikmati makanan-makanan ini. Selain memiliki kelezatan yang berbeda-beda, pada saat yang bersamaan makanan tersebut juga diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia. Marilah kita berpikir: apa yang terjadi seandainya makanan-makanan yang penting untuk kehidupan manusia ini tidak memiliki rasa, atau mempunyai rasa yang tidak sedap? Atau jika makanan-makanan ini berbahaya bagi tubuh kita kendatipun rasanya enak….Atau seandainya terdapat hanya beberapa jenis makanan yang dapat kita makan untuk kelangsungan hidup? Yang menyebabkan makanan dan minuman yang dihidangkan di hadapan anda tidak berasa hambar adalah karena kebaikan dan kasih sayang Allah kepada anda. Bahkan jika seseorang berpikir tentang buah-buahan saja, ia akan mengetahui dan mengakui kebaikan Allah kepadanya.
Ketika melihat beragam jenis buah-buahan di atas meja makan di hadapannya, seseorang yang mempunyai nalar akan berpikir: tanaman yang tumbuh dari tanah atau lumpur hitam akan tetapi menghasilkan buah-buahan dengan beragam warna dan aroma, serta daging buah yang bersih dengan rasa yang sangat enak, adalah nikmat yang sangat besar yang Allah berikan kepada manusia.
Pisang, tangerine, jeruk, melon, semangka serta semua buah-buahan yang diciptakan beserta kulit pembungkus daging buah, memiliki kulit yang mampu melindungi buah-buahan dari kebusukan dan kerusakan. Kulit pembungkus ini juga berfungsi memelihara aroma buah. Segera setelah kulit ini dikupas dan dibuang, daging buah tersebut perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan rusak.
Ketika diamati satu persatu, buah-buahan tersebut kelihatan memiliki banyak keunikan. Tangerine dan jeruk, misalnya, diciptakan dalam keadaan telah bersekat-sekat. Seandainya jeruk dan tangerine memiliki bentuk yang utuh tanpa sekat, seseorang akan merasa sulit untuk memakan buah-buahan yang banyak mengandung air ini. Namun Allah telah menciptakannya dalam keadaan tersekat-sekat sebagai kemudahan dan nikmat tambahan untuk manusia. Tidak perlu disanksikan lagi, disain yang sangat indah, tanpa cacat, dan demikian sempurna sehingga pas dengan kebutuhan adalah satu diantara karakteristik ciptaan Allah Yang Maha Mengetahui.
Contoh lain adalah strawberi, buah dengan bentuk dan rasa yang sangat khusus. Bentuk dan rupa permukaannya kelihatan seakan-akan buah strawberi sengaja dibentuk dengan sangat hati-hati. Warna merah segar yang dihiasi dengan dedaunan hijau ini hanyalah bagian yang amat kecil dari daya cipta Allah yang tak tertandingi. Manisnya bau dan rasa, ketiadaan akan biji serta kulit pembungkus buah sehingga mudah untuk dimakan, mengingatkan orang akan buah-buahan surga. Buah, yang tanamannya tumbuh di atas tanah dan memiliki warna yang sedemikian indah dan menawan, menunjukkan kepada kita tentang Tuhan kita yang telah menciptakan buah tersebut tanpa ada bandingannya. Dia lah yang telah mewujudkan Seni, Kebijaksanaan serta Ilmu-Nya pada segala sesuatu yang Dia ciptakan.
Keberadaan buah-buahan yang beraneka ragam di setiap musim yang berbeda adalah hal lain yang patut untuk direnungkan. Adalah sebuah nikmat dan kebaikan dari Allah kepada manusia bahwa, sebagai contoh, ketika musim dingin dimana manusia membutuhkan vitamin dalam jumlah besar, tersedia buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti tangerine, jeruk dan grapefruit. Sebaliknya di musim panas, buah-buahan semisal ceri, melon, semangka dan persik yang melegakan dahaga begitu berlimpah.
Ketika kita memandang pohon dengan buah-buahnya yang bergelantungan di dahan atau ketika tanaman tersebut sedang ditanam terdapat sebuah kenikmatan tersendiri yang Allah berikan. Pemandangan ratusan buah-buahan di atas batang pohon yang kering dan menempel kuat pada dahannya, yang di dalamnya mengandung air dan sebagian diantaranya terlihat seakan-akan permukaan luar kulit buah tersebut terpoles hingga mengkilat, adalah bukti bahwa setiap buah-buahan tersebut telah diciptakan oleh Allah. Sebagai contoh, buah anggur terlihat seolah-olah telah di letakkan pada ranting-ranting tanaman anggur satu demi satu. Allah telah menciptakan buah-buahan tersebut penuh keunikan keunikan tanpa ada duanya. Ketika masih berada di dahan tanaman, anggur dibentuk dan ditampilkan sedemikian rupa agar menarik manusia. Dengan alasan ini, ketika menggambarkan surga dalam Al-Qur'an: "Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya." (QS. Al-Insaan, 76:14), Allah menyatakan bahwa buah-buahan di surga mudah dipetik.
Sudah pasti bahwa yang disebutkan disini hanyalah contoh-contoh yang jumlahnya terbatas. Segala nikmat yang Allah ciptakan terlalu banyak untuk dapat dihitung. Orang yang menyadari akan hal tersebut ketika berada di meja makan akan teringat ayat Allah yang lain:
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran. Dan jika kamu menghitung-hitung ni'mat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl, 16: 17-18)
Bagaimana rasa dan bau mendorong seseorang berpikir?
Dengan senantiasa berpikir sebagaimana telah diuraikan di atas, manusia akan lebih menyadari tentang keindahan dan ketelitian dalam ciptaan Allah. Ketika merenung tentang semua ini, orang yang sadar akan berpikir bahwa kebahagiaan yang mucul ketika sedang merasakan nikmat-nikmat yang Allah berikan adalah sebuah kebaikan yang besar. Ia ingat bahwa indra pengecap dan penciuman telah menolong kita merasakan berbagai keindahan di dunia. Tanpa memiliki indra penciuman, kita tidak akan mampu menikmati keharuman sekuntum bunga mawar, buah-buahan yang kita makan atau daging panggang sebagaimana yang kita rasakan saat ini. Tanpa indra pengecap, kita tidak dapat merasakan rasa coklat yang khas, permen, daging, strawberi dan rasa lezat yang lain.
Hendaknya tidak dilupakan bahwa mungkin saja kita hidup di dunia yang tidak memiliki warna, rasa dan aroma. Dan jika Allah tidak memberikan segala kenikmatan ini, kita tidak akan mendapatkannya dengan cara apapun. Namun Allah telah memberikan nikmat yang tak berhingga kepada manusia dengan menciptakan rasa dan bau juga sistim indera untuk merasakannya.
Ketika berjalan-jalan di taman….
Bagaimana keindahan alam mendorong seseorang berpikir?
Ketika melihat keindahan-keindahan di alam seseorang yang beriman kepada Allah memuji Allah dengan mengagungkan-Nya. Ia sadar bahwa Allah telah menciptakan segala keindahan yang ada. Ia tahu bahwa segala keindahan ini adalah kepunyaan Allah dan merupakan perwujudan dari sifat-Nya Yang Maha Indah (Al-Jamaal).
Ketika berjalan-jalan mengelilingi alam sekitar, seseorang merasakan keindahan-keindahan yang lebih terasa dari sebelumnya. Dari sebatang rumput hingga setangkai bunga daisy kuning, dari burung hingga semut, segala sesuatunya penuh dengan kerumitan yang memerlukan perenungan. Ketika merenungkan yang demikian, manusia akan memahami kekuasaan dan kebesaran Allah.
Kupu-kupu, misalnya, adalah makhluk yang sangat indah dan elok untuk dilihat. Kupu-kupu, yang memiliki sayap dengan simetri dan disain semacam renda yang demikian teliti sehingga terlihat seolah-olah dilukis dengan tangan, dengan warna yang harmoni dan dipenuhi fosfor sehingga berpendar, adalah bukti daya seni yang tak tertandingi dari ciptaan Allah.
Banyaknya jenis tanaman dan pohon yang tak terhitung di muka bumi merupakan bagian dari keindahan ciptaan Allah. Bunga-bunga dengan warna yang beraneka-ragam dan berbagai bentuk pepohonan telah diciptakan sedemikian rupa sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia.
Seseorang yang memiliki keimanan akan berpikir bagaimana bunga seperti mawar, violet, daisy, hyacinth, anyelir, anggrek dan bunga-bunga lainnya memiliki permukaan yang sedemikian mulus, bagaimana mereka muncul dari biji-biji mereka dalam keadaan yang halus sama sekali tanpa ada lipatan-lipatan, bagaikan telah disetrika.
Satu lagi keajaiban ciptaan Allah adalah aroma sedap yang menakjubkan dari bunga-bunga ini. Mawar, misalnya, memiliki wangi yang tidak pernah berubah yang selalu dikeluarkannya. Bahkan dengan teknologi paling maju sekalipun, bau yang menyamai mawar tidak dapat dibuat. Penelitian di laboratorium-laboratorium untuk menyerupai bau ini belum mendatangkan hasil yang memuaskan. Aroma parfum yang diproduksi dengan meniru bau mawar pada umumnya memiliki bau harum yang sedemikian kuat sehingga mengganggu orang. Tetapi bau asli dari bunga mawar tidak menimbulkan gangguan apapun bagi manusia.
Orang yang beriman sadar bahwa segala sesuatu ini diciptakan Allah agar ia memuji-Nya, untuk menunjukkan kepadanya karya seni dan ilmu Allah dari keindahan-keindahan yang ia ciptakan. Sadar akan hal ini, seseorang yang menyaksikan keindahan kebun ketika sedang berjalan-jalan akan mengagungkan Allah seraya mengatakan, "Maa syaa Allahu, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ia ingat bahwa Allah telah memberikan segala keindahan ini untuk kepentingan manusia dan Dia akan memberikan kenikmatan-kenikmatan luar biasa kepada orang-orang mukmin yang tidak ada bandingannya di akhirat; sehingga kecintaannya kepada Allah semakin bertambah.
Sudahkah anda merenungkan tentang seekor semut
yang anda lihat ketika berjalan di sebuah taman?
Manusia pada umumnya tidak begitu memperhatikan pentingnya berpikir tentang beragam makhluk hidup yang mereka lihat di sekitarnya. Mereka tidak membayangkan bahwasanya benda-benda hidup yang mereka jumpai setiap hari tersebut memiliki ciri-ciri yang sangat menarik. Sebaliknya, bagi seseorang yang beriman, setiap makhluk hidup ciptaan Allah memiliki karakteristik yang menunjukkannya sebagai sebuah ciptaan yang sempurna. Semut adalah salah satu diantaranya.
Sewaktu berjalan-jalan di taman, orang yang beriman tidak memalingkan muka ketika melihat seekor semut. Dengan mengamati ciri-cirinya yang mengagumkan, ia menyaksikan kesempurnaan ciptaan Allah.
Bahkan dengan hanya mengamati cara berjalan seekor semut pun dapat mendorong akal kita untuk berpikir. Semut menggerakkan kaki-kakinya yang sangat kecil secara berurutan dan sangat terorganisir, mengetahui dengan baik dan sempurna kaki yang mana yang seharusnya melangkah terlebih dahulu untuk kemudian diikuti kaki yang lain. Ia dapat berjalan dengan sangat cepat tanpa lelah.
Serangga mungil ini mampu mengangkat beban yang bobotnya jauh lebih berat dibanding tubuhnya, dan membawanya ke sarang sendirian. Ia mampu menempuh perjalanan yang jaraknya sangat jauh dibandingkan dengan panjang tubuhnya yang sangat pendek. Di atas tanah yang rata dan tidak berjejak, tanpa penunjuk arah, semut dapat dengan mudah menemukan sarangnya. Kendatipun lubang masuk sarang terlalu kecil bagi manusia untuk menemukannya, semut tidak merasakan kebingungan dan menemukan sarang tersebut, tak menjadi soal dimana sarang tersebut berada.
Ketika sedang berada di kebun dan melihat semut-semut yang berbaris satu dengan yang lain, bekerja keras dan bersemangat mengangkut makanan ke dalam sarangnya, seseorang tak mampu berhenti bergumam dalam hati mengapa makhluk yang mungil ini kelihatan seolah-olah bekerja begitu keras. Seseorang kemudian menyadari bahwa semut tersebut mengumpulkan makanan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk para anggota koloni semut yang lain, untuk sang ratu dan bayi-bayi semut. Bagaimana semut yang mungil yang tidak memiliki otak yang sempurna akan tetapi mampu berperilaku rajin, disiplin dan berkorban untuk orang lain adalah sesuatu yang perlu untuk direnungkan. Setelah memikirkan secara mendalam tentang fenomena-fenomena ini, seseorang mencapai sebuah kesimpulan: semut, sebagaimana makhluk hidup yang lain, berperilaku dengan mengikuti petunjuk Allah dan mematuhi perintah-perintah-Nya saja.
Bagaimana gerakan tanaman merambat mendorong
seseorang berpikir?
Orang mukmin yang sedang berjalan di sebuah taman juga memikirkan tentang tanaman yang merambat, yang juga dikenal dengan istilah ivy, yang ia temui, yang merupakan satu dari nikmat-nikmat yang Allah ciptakan.
Bagi orang yang berpikir, di setiap benda hidup terdapat tanda-tanda yang dapat dijadikan pelajaran. Sebagai contoh, ivy yang melingkarkan tubuhnya mengelilingi sebuah dahan atau benda lain adalah fenomena yang perlu dipikirkan secara seksama. Jika pertumbuhan ivy direkam dan dipertunjukkan ulang dengan cepat, akan terlihat bahwa ivy bergerak seolah-olah ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran. Ia seolah-olah melihat dahan yang berada tepat di hadapannya, lalu ia mengulurkan dirinya ke arah dahan tersebut dan mengikatkan diri ke dahan seperti tali lasso. Kadangkala ia melingkari dahan tersebut beberapa kali untuk menguatkan ikatan dirinya terhadap dahan. Ia tumbuh sangat cepat dengan cara yang demikian dan ketika telah sampai di ujung dahan, ia tumbuh dengan mengikuti arah baru yakni kembali tumbuh melingkari dahan dengan arah ke belakang, atau tumbuh kebawah. Seorang mukmin yang menyaksikan semua ini kembali sadar bahwa Allah telah menciptakan semua benda hidup, dan bahwa Dia menciptakannya sebagai sistim yang unik dan tanpa cacat.
Ketika seseorang terus mengamati gerakan-gerakan ivy, ia menemukan satu ciri menarik lain dari tumbuhan tersebut. Ia melihat bahwa ivy dengan kuat melekatkan dirinya di atas permukaan dimana ia berada dengan menjulurkan lengan-lengan sampingnya. Bahan yang kental yang diproduksi oleh tanaman yang tidak memiliki kesadaran tersebut merekat sedemikian kuat sehingga ketika tanaman ini dicoba untuk dipindahkan dengan cara menariknya dari tempat ia berada, maka cat yang ada ditembok akan ikut terangkat juga.
Keberadaan tanaman yang merambat sebagaimana diuraikan atas menunjukkan kepada orang mukmin yang melihat dan kemudian memikirkannya, akan kekuasaan Allah, Pencipta tanaman tersebut.
Bagaimana pepohonan mendorong seseorang untuk
berpikir?
Setiap hari kita melihat pepohonan di berbagai tempat; akan tetapi, pernahkan kita memikirkan bagaimana air dapat mencapai daun yang paling jauh letaknya di ujung teratas dari sebuah pohon yang tinggi? Kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang keluarbiasaan ini dengan membuat sebuah perbandingan. Tidaklah mungkin bagi air dalam sebuah tanki di bagian bawah bangunan anda untuk naik ke lantai yang lebih atas tanpa adanya sebuah tanki hidroforik atau mesin pompa air yang kuat. Anda tidak akan mampu memompa air kendatipun hanya sampai ke lantai pertama. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada sistim pemompaan yang mirip dengan mesin hidrofonik yang dimiliki oleh pohon. Jika tidak, mustahil air akan dapat mencapai batang pohon dan cabang-cabangnya di bagian atas sehingga pohon-pohon tersebut akan segera mati.
Namun Allah telah menciptakan untuk tiap-tiap pohon semua sarana dan perlengkapan yang diperlukan. Tambahan lagi, sistim pemompaan di setiap pohon terlalu canggih dibandingkan dengan yang ada di bangunan tempat tinggal manusia. Ini adalah satu diantara beragam hal yang hendaknya dipikirkan oleh seseorang ketika sedang menyaksikan tanaman-tanaman tersebut. Dan pemikiran semacam ini hanya akan muncul jika ia senantiasa melihat ke segala sesuatu dengan menggunakan "mata yang benar-benar melihat", yakni melihat sambil memikirkan secara mendalam tentang apa yang sedang dilihatnya.
Hal lain yang dapat dipikirkan berhubungan dengan dedaunan. Ketika memandang sebuah pohon, seseorang yang merenungkan segala sesuatu yang dilihatnya tidak akan menganggap daun-daun pohon tersebut sebagai bentuk-bentuk sederhana sebagaimana ia terbiasa untuk melihatnya. Ia berpikir berbagai hal yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Dedaunan, misalnya, adalah sesuatu yang rentan dan mudah rusak. Namun, daun-daun ini tidak kering kerontang karena panasnya terik sinar matahari yang menyengat. Ketika seorang manusia berada pada suhu 40oC dalam waktu yang sebentar, warna kulitnya berubah, ia menderita dehidrasi. Sebaliknya, daun mampu untuk tetap hijau di bawah panas matahari yang menyengat tanpa terbakar selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan meskipun sangat sedikit sekali jumlah air yang mengalir melalui pembuluh-pembulunya yang mirip benang. Ini adalah sebuah keajaiban penciptaan yang menunjukkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan ilmu yang tak tertandingi. Berpikir tentang keajaiban ciptaan tersebut, seseorang yang beriman mampu sekali lagi melihat kebesaran Allah untuk kemudian mengagungkan-Nya.
Ketika sedang membaca surat kabar, melihat TV...
Orang-orang mengikuti berita melalui berbagai surat kabar dan TV di siang hari ataupun setelah mereka kembali ke rumah di petang hari. Dalam laporan berita tersebut, banyak pemberitaan-pemberitaan yang dapat dipikirkan dan dilihat atau diambil darinya peringatan serta tanda-tanda kekuasaan Allah oleh orang-orang yang memiliki nalar.
Bagaimana jumlah kasus kejahatan, penyerangan dan
pembunuhan mendorong seseorang untuk berpikir?
Setiap hari, melalui surat kabar lokal maupun berita televisi, seseorang mengetahui adanya kasus pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, penipuan dan bunuh diri. Kejadian yang sering ini, serta kebanyakan manusia yang begitu cenderung melakukan tindak kriminal tersebut memperlihatkan akibat yang diderita oleh manusia yang hidupnya tidak berlandaskan agama Allah. Penculikan yang dilakukan oleh seseorang terhadap seorang anak kecil untuk mendapatkan uang tebusan yang menyebabkannya dihantui oleh perasaan takut yang sangat termasuk upaya pembunuhan terhadapnya; seseorang yang menodongkan senapannya ke arah orang lain lalu menembaknya tanpa ragu-ragu; seseorang yang menerima uang suap, melakukan bunuh diri atau penipuan…Semua ini adalah indikasi bahwa para pelaku tindak kriminal tersebut tidak takut kepada Allah dan tidak yakin akan keberadaan hari akhirat. Seseorang yang takut kepada Allah dan mengetahui bahwa ia akan dihisab di hari akhir tidak akan pernah berani melakukan satu pun dari berbagai kejahatan tersebut. Sebab semuanya adalah perbuatan yang akan dibalas dengan api neraka di akhirat.
Mungkin ada yang berkata:"Saya seorang ateis. Saya tidak percaya kepada Allah, tapi saya tidak menerima uang suap". Pernyataan orang yang tidak takut kepada Allah ini tidak meyakinkan sama sekali. Sangat mungkin bahwa komitmen dalam memegang janjinya akan melemah ketika kondisi berubah. Sebagai contoh, jika ia harus mendapatkan uang untuk keperluan yang sangat mendesak, dan kebetulan berada pada kondisi yang memungkinkannya untuk mencuri atau menerima uang suap, ia dapat saja tidak memegang janjinya. Hal yang sama dapat berlaku ketika nyawanya berada dalam bahaya. Kendatipun ia dapat menahan diri dari mengambil uang suap dalam situasi yang sulit, ia mungkin cenderung untuk melakukan perbuatan terlarang lainnya. Sebaliknya, orang yang beriman tidak pernah melakukan apapun yang tidak mampu dipertanggung jawabkannya di akhirat.
Jadi, penyebab semua tindak kejahatan tersebut, yang mendorong kita melakukan protes dan berteriak,"apa yang terjadi pada masyarakat kita!" melalui surat kabar, TV, kantor-kantor pada hakikatnya adalah jauhnya mereka dari agama. Ketika menyaksikan berita-berita sebagaimana di atas, orang yang beriman tidak memalingkan muka, sebaliknya mereka berpikir bahwa satu-satunya jalan keluar adalah untuk menyampaikan ajaran agama dan menghidupkan nilai-nilai akhlaq dalam masyarakat. Sebab dalam masyarakat yang terdiri atas orang-orang yang takut kepada Allah dan tahu bahwa mereka akan mempertanggung jawabkan perbuatannya di akhirat, tidaklah mungkin semua peristiwa ini terjadi. Dalam masyarakat yang demikian, kedamaian dan keamanan akan dinikmati pada puncaknya.
Bagaimana acara diskusi TV sampai pagi hari
mendorong seseorang berpikir?
Bagi seseorang yang terus-menerus berpikir mendalam tentang segala yang ia lihat di sekitarnya, acara-acara diskusi yang disiarkan melalui TV pun dapat dijadikan bahan renungan.
Acara-acara tersebut menampilkan tokoh-tokoh serta para ahli di bidang yang sedang menjadi topik hangat di hari itu. Mereka mendiskusikan sebuah topik selama berjam-jam, namun tak seorang pun di antara mereka mampu memberikan jalan keluar atau mencapai sebuah kesimpulan. Padahal mereka yang menghadiri acara diskusi tersebut adalah orang-orang yang dipercayai memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang ada.
Sungguh, jalan keluar dari sebagian besar permasalahan yang sedang didiskusikan tersebut sangatlah jelas. Namun kepentingan pribadi masing-masing orang, pengaruh dari golongan mereka, ambisi untuk menonjolkan diri pribadi dari pada mencari sebuah solusi secara ikhlas, membawa mereka pada jalan buntu.
Ketika menyaksikan ini semua, orang yang memiliki nalar akan berpikir bahwa sebenarnya penyebab dari persoalan yang ada terletak pada jauhnya masyarakat dari agama Allah. Orang yang beriman kepada Allah tidak pernah menunjukkan perilaku yang tidak bertanggung jawab, sia-sia ataupun acuh tak acuh. Ia sadar bahwa ada kebaikan di setiap peristiwa yang Allah perlihatkan kepadanya. Ia paham bahwa ia selalu berada dalam keadaan diuji di dunia ini yang mengharuskannya untuk menggunakan akal, kekuatan dan pengetahuannya dalam segala hal yang dapat membuat Allah ridha.
Di samping itu, seorang mukmin senantiasa ingat akan sebuah ayat Allah ketika melihat acara tersebut:
"… Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah." (QS. Al-Kahfi, 18: 54)
Dalam acara diskusi tersebut terlihat adanya perdebatan, atau bahkan, percekcokan antar para tokoh dan ahli yang tampil di TV. Juga ketidakmengertian mereka akan permasalahan yang dikemukakan kepada mereka, terobsesi dengan apa yang akan mereka katakan dan mencoba untuk paling dahulu mengatakannya, saling memotong pembicaraan, meninggikan suara dengan mudahnya, begitu cepat kehilangan kesabaran, saling melontarkan ejekan; adalah bukti yang penting untuk diperhatikan dalam mamahami aspek-aspek negatif dari orang-orang ini.
Di sebuah lingkungan dengan seratus persen orang-orang yang ikhlas dan jujur yang mempunyai rasa takut kepada Allah, tontonan yang memakan waktu lama dan tak ada hasilnya semacam ini tidak pernah terjadi. Karena tujuan mereka adalah mencari jalan keluar yang paling diridhai Allah, dan yang paling membawa manfaat bagi masyarakat, maka metode yang paling tepat sesuai dengan akal dan nalar akan mudah ditemukan dan dilaksanakan tanpa membuang-buang waktu. Karena setiap orang akan merasa puas dengan keputusan akhir maka percekcokan pun tidak akan terjadi.
Jika ada yang merasa keberatan berdasarkan dalih yang dapat diterima serta mengusulkan jalan keluar yang lebih baik, maka usulan ini yang akan langsung dipakai. Mereka yang takut kepada Allah tidak seperti kebanyakan orang, dan tidak menunjukkan sikap keras kepala dan arogan. Dengan mengingat apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an; "… Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui" (QS. Yuusuf, 12: 76), mereka mengambil pilihan yang paling tepat.
Kebalikannya, yakni diskusi yang berlangsung hingga pagi hari tanpa dihasilkannya suatu pemecahan masalah adalah contoh berharga yang dapat terjadi di sebuah lingkungan dimana akhlaq mulia yang diajarkan agama tidak dijalankan.
Bagaimana kelaparan dan kemelaratan di setiap
penjuru dunia mendorong seseorang untuk berpikir?
Salah satu permasalahan yang sering dibahas di media massa adalah ketidakadilan dalam masyarakat.
Ketika di belahan dunia yang satu terdapat negara-negara yang sangat makmur dengan tingkat kesejahteraan yang sangat tinggi, namun di belahan bumi yang lain terdapat orang-orang yang tidak memiliki sesuatupun yang dapat dimakan atau obat untuk penyakit yang paling ringan sekalipun sehingga mereka pada akhirnya meninggal tak terurus. Pertama-tama, fenomena tersebut menunjukkan keberadaan sebuah sistim yang dzalim dan tidak adil di dunia. Sebenarnya sangatlah mudah bagi satu atau segilintir negara untuk menyelamatkan orang-orang yang terdzalimi ini. Misalnya, rakyat di negara-negara tetangga di Afrika sedang mati kelaparan, namun ada kelompok masyarakat yang telah menumpuk harta dari pertambangan intan dan dengannya membangun sebuah peradaban yang maju. Kendatipun sangat mudah untuk memindahkan orang-orang yang hidup melarat dan kelaparan dan hampir meninggal ini, atau memberi sarana yang mereka butuhkan di daerah tempat tinggal mereka, namun selama puluhan tahun tidak ada jalan keluar yang berarti yang telah diberikan kepada mereka. Menolong orang tersebut bukanlah sebuah tugas yang dapat diselesaikan oleh segelintir orang. Untuk mendapatkan penyelesaian yang berarti, perlu banyak orang yang mau mengorbankan diri mereka. Sayangnya, hingga kini jumlah orang yang menklaim telah mengatasi bencana kemanusiaan tersebut masih terlalu sedikit.
Di lain pihak, trilyunan dolar telah dihambur-hamburkan di setiap penjuru dunia untuk beragam tujuan. Di satu sisi ada orang-orang yang membuang makanannya hanya karena tidak puas dengan jumlah garam dalam makanan tersebut, di lain pihak ada manusia yang mati karena tidak menemukan makanan untuk dimakan. Ini adalah bukti nyata adanya tatanan yang dzalim dan tidak adil akibat tidak diamalkannya akhlaq agama.
Orang yang memahami persoalan ini berpikir bahwa satu-satunya yang akan menghilangkan ketidakadilan adalah akhlaq yang diajarkan Allah. Mereka yang takut kepada Allah dan bertingkah laku sesuai dengan hati nurani dan akalnya tidak akan pernah membiarkan kepincangan dan ketidakadilan yang ada. Mereka akan keluar untuk menolong orang-orang yang membutuhkan dengan solusi yang cepat, tepat dan permanen tanpa menonjolkan diri ataupun mengharapkan segala sesuatu yang bersifat duniawi.
Disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa menolong kaum fakir dan miskin adalah ciri orang-orang yang takut kepada Allah dan hari pembalasan:
"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia dalam bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap adzab Tuhannya." (QS. Al-Ma’arij, 70: 24-27)
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan." (QS. Al-Insaan, 76: 8-10)
Tidak memberi makan kepada orang miskin adalah ciri orang yang tidak beragama dan tidak memiliki rasa takut kepada Allah:
"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa." (QS. Al-Haaqqah, 69: 30-37)
Bagaimana bencana alam yang terjadi di seluruh
dunia mendorong seseorang berpikir?
Diantara pemberitaan yang sering kita disaksikan di berbagai stasiun TV dan surat kabar adalah laporan tentang bencana alam. Manusia dapat tertimpa bencana alam seperti gempa bumi hebat, kebakaran ataupun banjir. Seseorang yang menyaksikan berbagai liputan tentang bencana alam berpikir bahwa Allah mempunyai kuasa atas segala sesuatu, bahwa Dia dapat saja menghancur luluhkan sebuah kota hingga rata dengan tanah jika Dia menghendaki. Setelah memikirkan ini semua, ia paham bahwa tidak ada sesuatupun selain Allah yang dapat dijadikan tempat berlindung dan memohon pertolongan. Bahkan bangunan-bangunan yang paling kokoh; kota-kota yang dilengkapi dengan teknologi yang paling canggih pun tidak akan mampu bertahan terhadap adzab Allah; mereka dapat musnah seketika.
Semua pemandangan ini ditunjukkan kepada manusia agar berpikir dan mengambil pelajaran.
Orang yang mendengar atau membaca laporan bencana alam tersebut juga berpikir bahwa Allah telah menurunkan bencana atas kota ini untuk suatu tujuan. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa kepada bangsa-bangsa yang menentang, Allah mengirimkan adzab agar mereka sadar atau mendapatkan balasan dari perbuatan mereka. Dengan demikian jika suatu masyarakat melakukan bentuk perbuatan yang tidak diridhai Allah, mereka pun akan dikenai hukuman Allah dengan sebab tersebut. Atau Allah mungkin sedang menguji mereka dengan kesusahan di dunia.
Dengan memikirkan segala kemungkinan tersebut, seseorang akan takut kalau-kalau hal serupa akan juga menimpanya, dan memohon ampunan Allah atas segala perbuatannya.
Tak seorang atau suatu bangsa pun dapat menghindar dari bencana apapun kecuali jika Allah berkehendak lain. Tak peduli apakah bangsa tersebut termasuk yang paling kaya dan terkuat di dunia atau mendiami sebuah tempat yang letak gegrafisnya tidak menunjukkan adanya kemungkinan terkena bencana tersebut. Allah berfirman bahwa tak ada satupun bangsa yang mampu mencegah bencana yang akan menimpa mereka.
"Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami adzab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?" (QS. Al-A’raaf, 7: 97-100)
Bagaimana berita tentang sistem riba mendorong
seseorang berpikir?
Topik lain yang sering muncul dalam berita adalah masalah ekonomi yang makin terpuruk. Sejumlah berita negatif khususnya tentang nilai suku bunga atau riba disiarkan setiap hari. Orang yang membaca laporan-laporan yang menyebut tentang suku bunga yang tidak terkendali dan menyebabkan krisis ekonomi berpikir bahwa akibat dari perbuatan terlarang yang begitu luasnya tersebar, Allah mengurangi pendapatan mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam ayat, "… Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.". (QS. Al-Baqarah, 2: 276), Allah mampu menghilangkan keuntungan yang dihasilkan melalui bunga atau riba, dan menurunkan produktifitasnya. Fakta ini tercantum dalam ayat lain:
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)" (QS. Ar-Ruum, 30: 39)
Bagi orang yang merenung, berita tentang riba termasuk bukti nyata yang menunjukkan bahwa ayat Allah berlaku pada manusia
Berpikir tentang tempat-tempat yang indah
Melalui acara-acara TV, surat kabar dan majalah-majalah manusia dapat menyaksikan sekaligus memikirkan keindahan-keindahan yang Allah ciptakan. Melihat ataupun mengunjungi pemandangan yang mempesona, rumah yang bagus, taman atau pantai yang indah sudah pasti menyenangkan setiap orang. Beragam pemandangan tersebut pertama-tama dapat mengingatkan seseorang akan surga. Orang yang beriman sekali lagi ingat bahwa Allah, yang telah memberikan sedemikian banyak nikmat dan menunjukkan keindahan yang luar biasa, telah menyediakan tempat-tempat yang keindahannya tak tertandingi di surga.
Pemandangan tersebut dapat pula mendorong seseorang untuk berpikir: setiap keindahan yang diciptakan di dunia memiliki sejumlah ketidaksempurnaan karena memang dunia adalah tempat ujian. Seseorang yang berada beberapa saat di tempat-tempat rekreasi yang gambarannya pernah ia saksikan sebelumnya di TV dapat melihat kekurangan-kekurangan tersebut. Beberapa contoh diantaranya adalah cuaca yang terlalu lembab, air laut yang kadar garamnya sangat tinggi, panas terik yang menyengat, lalat yang berterbangan di mana-mana. Di dunia terdapat banyak kesulitan-kesulitan dan keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan seperti sakit akibat tersengat sinar matahari, agen perjalanan yang kurang terorganisasi, temperamen kurang bersahabat dari orang-orang yang bersama-sama dengan kita merasakan kondisi ini.
Sebaliknya, di dalam surga terdapat keindahan-keindahan yang sempurna dan asli, tak terdapat sesuatupun yang mengganggu manusia dan tak satupun percakapan yang tidak menyenangkan akan terucap. Ketika melihat setiap keindahan yang ada di dunia, ia memikirkan dan mendambakan surga. Ia selalu bersyukur atas segala kenikmatan yang telah dikaruniakan Allah kepadanya di dunia, dan ia menikmatinya sambil berpikir bahwa semua ini adalah anugerah yang Allah turunkan dari rahmat-Nya. Dengan mengetahui bahwa sumber dari segala keindahan ini berasal dari surga, ia tidak akan melupakan akhirat akibat terlenakan oleh keindahan-keindahan dunia. Ia menjalani kehidupan dengan cara yang membuatnya mampu memperoleh keindahan abadi dan layak untuk masuk ke dalam surga Allah.
Bagaimana informasi dari majalah ilmiah yang menyatakan
bahwa unsur penyusun materi adalah atom membuat
seseorang berpikir?
Tanpa memikirkan terhadap apa-apa yang ia ketahui, seseorang tidak akan mampu mengetahui hal-hal yang demikian rumit namun penting; dan menyadari betapa luar biasanya lingkungan di mana ia berada. Oleh karena itu, orang yang beriman senantiasa memikirkan berbagai makhluk hidup dan kejadian-kejadian yang Allah ciptakan. Kendatipun semua itu dapat berupa segala sesuatu yang sudah umum dan diketahui oleh banyak orang, namun ia mampu untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berbeda dibandingkan dengan orang lain.
Sebagai contoh, adalah fakta yang telah dikenal luas bahwa unsur dasar penyusun setiap benda di jagad raya, hidup ataupun tak hidup, adalah atom-atom. Dengan kata lain sebagian besar manusia tahu bahwa buku yang mereka baca, kursi yang mereka duduki, air yang mereka minum dan apapun yang mereka lihat di sekitar mereka tersusun atas atom-atom. Namun hanya orang-orang yang memiliki nalar dan kesadaran saja yang mampu berpikir lebih jauh tentang hal ini dan menyaksikan kehebatan Allah.
Ketika orang-orang tersebut melihat sebuah laporan yang membahas tentang topik di atas, ia akan berpikir sebagaimana berikut: atom-atom adalah benda tak hidup. Lalu bagaimana substansi tak hidup seperti atom-atom dapat bergabung dan membentuk wujud manusia yang memiliki kemampuan untuk melihat, mendengar, menafsirkan segala sesuatu yang mereka terima, menikmati musik yang mereka dengar, berpikir, membuat keputusan-keputusan, menjadi bahagia atau tidak bahagia? Bagaimana manusia mendapatkan segala kemampuan seperti ini?; yakni sifat-sifat kemanusiaan yang sama sekali berbeda dengan wujud fisik yang dihasilkan dari penggabungan atom-atom yang berbeda tersebut.
Sudah tentu atom-atom yang tak hidup dan tidak memiliki kesadaran tersebut tidak dapat memberikan kepada manusia sifat-sifat kemanusiaan. Adalah fakta bahwa Allah menciptakan manusia dengan ruh yang memiliki sifat-sifat tersebut. Hal ini mengingatkan kita pada sebuah ayat Allah:
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (QS. As-Sajadah, 32: 7-9)
Beberapa fakta yang didapatkan oleh seseorang
setelah berpikir secara mendalam
Pernahkan anda berpikir bahwa setiap sesuatu diciptakan untuk manusia saja?
Ketika seseorang yang beriman kepada Allah mengamati segala sesuatu beserta sistim yang ada, hidup ataupun tak hidup, yang ada di jagad raya dengan menggunakan mata yang penuh perhatian, ia melihat bahwa segalanya telah diciptakan untuk manusia. Ia mengetahui bahwa tak satupun yang muncul dan menjadi ada di dunia secara kebetulan, namun diciptakan oleh Allah dalam keadaan yang sangat sesuai untuk kehidupan manusia.
Misalnya, dari dulu hingga sekarang manusia dapat bernapas tanpa susah payah di setiap saat. Udara yang ia hirup tidak membakar saluran hidungnya, tidak membuatnya mabuk ataupun sakit kepala. Komposisi unsur-unsur ataupun senyawa-senyawa gas dalam udara telah ditetapkan dalam jumlah yang paling sesuai untuk tubuh manusia. Seseorang yang memikirkan hal ini teringat akan hal lain yang sangat penting: seandainya kadar oksigen dalam atmosfir sedikit lebih atau kurang dari yang ada sekarang, dalam dua keadaan tersebut kehidupan akan hancur. Ia lalu ingat betapa susahnya bernapas ketika berada dalam tempat yang tidak mengandung udara. Ketika seorang yang beriman terus-menerus memikirkan masalah ini, ia akan selalu bersyukur kepada Tuhannya. Ia melihat bahwa atmosfir bumi dapat saja dibuat sedemikian rupa sehingga membuatnya susah untuk bernapas sebagaimana banyak planet-planet yang lain. Namun tidak lah demikian kenyataannya, atmosfir bumi diciptakan dalam keseimbangan dan keteraturan yang demikian sangat sempurna sehingga membuat jutaan manusia bernapas tanpa susah payah.
Seseorang yang tiada henti memikirkan tentang planet dimana ia hidup, meyadari betapa pentingnya air yang diciptakan Allah untuk kehidupan manusia. Kemudian ia pun berpikir: manusia pada umumnya paham tentang pentingnya air hanya ketika mereka kekurangan air dalam waktu yang lama. Air adalah substansi yang kita butuhkan setiap saat dalam hidup kita. Misalnya, sebagian besar dari sel-sel tubuh, dan darah yang menjangkau setiap bagian kecil dari tubuh kita tersusun atas air. Jika tidak demikian, maka fluiditas darah akan berkurang dan darah akan sangat sulit mengalir di dalam pembuluh vena. Fluiditas air tidak hanya penting bagi tubuh kita akan tetapi juga untuk tumbuh-tumbuhan. Air mampu menjangkau bagian yang paling ujung dari daun dengan melalui pembuluh-pembuluhnya yang halus seperti benang.
Massa air yang sangat besar di lautan menjadikan bumi kita tempat yang dapat didiami. Jika proporsi lautan di bumi menjadi lebih kecil dari daratan, di mana-mana akan berubah menjadi gurun yang tidak memungkinkan adanya kehidupan.
Seseorang yang sadar dan berpikir tentang hal ini akan benar-benar yakin bahwa adanya keseimbangan yang begitu sempurna di bumi sudah pasti bukanlah sebuah kebetulan. Setelah menyaksikan dan memikirkan fenomena tersebut, akan tampak bahwa segala sesuatu diciptakan dengan sebuah tujuan oleh Pencipta yang Maha Tinggi dan Pemilik Kekuatan yang Abadi.
Di samping itu, ia juga sadar bahwa contoh-contoh yang telah ia pikirkan sebagaimana di atas sangatlah terbatas. Sungguh, tidaklah mungkin untuk menyebutkan jumlah seluruh contoh-contoh yang berkenaan dengan keseimbangan yang sempurna di bumi. Bagi orang yang berpikir, ia akan dapat dengan mudah menyaksikan keteraturan, kesempurnaan dan keseimbangan yang terlihat jelas di setiap sudut jagad raya, dan dengannya mencapai suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah untuk manusia. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
Bagaimana kekekalan mendorong seseorang berpikir?
Setiap orang telah mengetahui konsep kekekalan atau keabadian, namun sudahkan anda berpikir tentang kekekalan? Ini adalah salah satu yang menjadi bahan renungan orang yang beriman kepada Allah.
Keberadaan kehidupan surga dan neraka yang kekal ciptaan Allah sangatlah penting dan perlu untuk direnungkan oleh setiap orang. Seseorang yang memikirkannya akan mendapat gambaran dalam benaknya: surga yang abadi adalah nikmat dan pahala yang sangat besar yang diberikan kepada manusia setelah mati. Kehidupan yang penuh kemuliaan di surga tidak akan pernah berakhir. Manusia hidup di dunia paling lama seratus tahun. Namun kehidupan di surga akan berlangsung selama trilyunan tahun dikalikan angka trilyunan tanpa ada akhirnya.
Orang yang ingat akan hal tersebut sadar bahwa sangatlah sulit bagi manusia untuk memahami konsep keabadian. Contoh berikut mungkin membantu dalam menjelaskan masalah ini: "seandainya di dunia terdapat seratus trilyun manusia, dan semuanya memiliki umur seratus trilyun tahun, dan mereka menghabiskan seluruh waktu hidupnya dengan berhitung di siang dan malam hari, maka jumlah total angka yang mereka capai tetap nol dibandingkan dengan jumlah tahun yang akan mereka habiskan di kehidupan yang kekal di akhirat."
Setelah memikirkan masalah di atas, seseorang akan sampai pada kesimpulan sebagai berikut: Allah memiliki ilmu yang sedemikian luas dan tinggi yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peristiwa yang berlangsung terus menerus sepanjang waktu tanpa ada akhirnya atau dengan kata lain berlansung secara kekal dalam pandangan manusia, telah selesai atau berakhir dalam pandangan Allah. Setiap peristiwa dan setiap pikiran manusia, terlepas dari bentuk maupun waktu terjadinya peristiwa dan pikiran ini, yang terjadi sejak pertama kali waktu diciptakan hingga saat keabadian berlangsung telah ditentukan dan diputuskan menurut ilmu-Nya.
Demikian pula, seseorang seharusnya berpikir bahwa neraka adalah tempat tinggal selamanya bagi orang-orang yang tidak beriman. Terdapat beragam bentuk penyiksaan, hukuman dan kehidupan yang menyengsarakan di neraka Di tempat ini mereka menderita siksaan jasad dan ruh yang terus-menerus tanpa istirahat. Siksaan yang tiada pernah berhenti hingga akhir masa, dan tidak pula pernah dihentikan untuk tidur ataupun istirahat. Seandainya ada akhir dari kehidupan di neraka, ini akan menjadi harapan bagi para penghuni neraka kendatipun bertrilyun-trilyun tahun kemudian. Namun, yang mereka terima sebagai balasan dari dosa-dosa yang mereka perbuat di kehidupan dunia adalah adzab yang kekal.
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-A'raaf, 7: 36)
Sangatlah penting bagi setiap individu untuk mencoba memahami keabadian dengan merenungkannya dalam rangka meningkatkan semangat dalam meraih akhirat, dan menguatkan ketakutan dan pengharapannya. Sangat takut kepada siksaan yang kekal, namun pada saat yang sama senantiasa berharap untuk mendapatkan surga yang abadi.
Bagaimana seseorang berpikir tentang mimpi?
Terdapat sejumlah pelajaran penting dalam fenomena mimpi bagi orang yang berpikir. Ia berpikir: betapa "sangat nyatanya" mimpi-mimpi yang dilihatnya ketika sedang tidur, tidak begitu berbeda dengan ketika ia sedang terjaga. Misalnya, kendatipun jasad sedang terbujur di tempat tidur, dalam mimpinya ia melakukan perjalanan bisnis, bertemu dengan orang-orang baru, makan siang sambil mendengarkan musik. Ia menikmati rasa makanannya, menari-nari mengikuti irama musik, merasa sangat gembira karena peristiwa-peristiwa yang terjadi, menjadi bahagia dan tidak bahagia, takut, merasa lelah, bahkan mampu mengemudikan kendaran yang belum pernah dinaikinya atau bahkan belum tahu bagaimana mengendarainya hingga hari itu.
Kendatipun tubuh tertidur dengan tenang di pembaringan dengan kedua mata terpejam, ia melihat beragam pemandangan dari tempat di mana ia berada. Ini berarti bahwa apa yang melihat bukanlah matanya. Meskipun ruangan tempat ia tidur kosong, ia mendengar suara-suara. Ini berarti bahwa yang mendengar bukanlah telinganya. Segala sesuatu terjadi di dalam otaknya. Setiap kejadian tersebut sama sekali nyata seakan-akan setiap apa yang dilihat benar-benar nyata dan asli kendatipun tak satupun dari yang dilihatnya tersebut memiliki keaslian atau wujud di luar mimpinya. Lalu apakah yang menyebabkan pemandangan-pemandangan tersebut tampak sedemikian nyata di benak seseorang? Manusia tidak mampu membuatnya secara sadar dan sengaja ketika sedang tidur. Otak pun tidak akan mampu membuat sendiri gambar-gambar serupa. Otak adalah sebuah gumpalan yang terdiri atas molekul-molekul protein. Sangatlah tidak rasional untuk mengatakan bahwa substansi ini dengan sendirinya mampu membuat gambaran, bahkan menampilkan wajah-wajah manusia, tempat-tempat, suara yang belum pernah terdengar kecuali pada hari itu. Lalu siapakah yang memperlihatkan gambar-gambar atau pemandangan-pemandangan ini dalam mimpi ketika sedang tidur? Sekali lagi, seseorang yang merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini akan melihat kebenaran yang hakiki: Allah lah yang membuat manusia tidur, mengambil ruh mereka ketika mereka sedang tidur, mengembalikannya kepada mereka ketika bangun dan memperlihatkan mimpi-mimpi mereka dalam tidur.
Orang yang mengetahui bahwa Allah memperlihatkan mimpi juga akan merenungkan makna tersembunyi dan tujuan penciptaan mimpi tersebut. Ketika seseorang mendapatkan mimpi, ia yakin akan keberadaan orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang ia alami sebagaimana ketika ia sedang terjaga. Ia berpikir bahwa semua ini benar-benar nyata, bahwa kehidupan dalam mimpinya tidak akan berakhir dan akan berlangsung terus-menerus. Jika ada seseorang yang datang menghampirinya dan berkata,"Anda saat ini sedang bermimpi, bangunlah", maka ia tidak akan mempercayainya. Orang yang mengetahui tentang kenyataan tersebut akan berpikir: "Tak seorang pun dapat menyangkal bahwa hidup di dunia pun sementara, sebagaimana mimpi belaka. Sebagaimana ketika terjaga dari sebuah mimpi, suatu hari saya juga akan terbangun dan terjaga dari kehidupan dunia dan melihat gambaran yang sama sekali berbeda, misalnya gambaran tentang akhirat….
Memikirkan Ayat-Ayat Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah kitab terakhir yang Allah turunkan bagi semua manusia. Setiap orang yang hidup di bumi wajib mempelajari Al-Qur'an dan melaksanakan perintah-perintahnya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mempelajari ataupun melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur'an kendatipun mereka menerimanya sebagai sebuah kitab yang diwahyukan. Ini adalah akibat dari belum memikirkan tentang Al-Qur'an tetapi sekedar mengetahui dari informasi yang didapat dari sana sini. Sebaliknya, bagi orang yang berpikir, Al-Qur'an memiliki kedudukan dan peranan yang sangat besar dalam kehidupannya.
Pertama-tama, orang yang "berpikir" ingin mengetahui tentang Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan jagad raya di mana ia tinggal dari ketiadaan, yang telah memberinya kehidupan ketika dirinya belum berwujud, dan yang telah menganugerahkan kepadanya nikmat dan keindahan yang tak terhitung jumlahnya; dan ia pun mempelajari tentang bentuk-bentuk perbuatan yang diridhai Allah. Al-Qur'an, yang Allah wahyukan kepada Rasul-Nya, adalah petunjuk yang memberikan jawaban atas pertanyaan manusia di atas. Dengan alasan ini, manusia perlu mengetahui kitab Allah yang diturunkan untuknya sebagai petunjuk yang dengannya ia membedakan yang baik dari yang buruk, merenungkan setiap ayatnya dan melaksanakan apa yang Allah perintahkan dengan cara yang paling tepat dan diridhai.
Allah berfirman tentang tujuan diturunkannya Al-Qur'an untuk manusia:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Qur’an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun." (QS. Al-Muddatstsir, 74: 54-56)
Banyak orang membaca Al-Qur'an, namun yang penting adalah sebagaimana yang Allah nyatakan dalam ayat-Nya yakni merenungkan tiap ayat Al-Qur'an, mengambil pelajaran dari ayat tersebut dan memperbaiki perilaku seseorang sesuai dengan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Orang yang membaca ayat: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Alam Nasyrah, 94: 5-6), misalnya, akan merenungkan ayat ini: ia paham bahwa Allah menciptakan kemudahan disamping setiap kesulitan, karena itu yang ia harus lakukan ketika menemui sebuah kesulitan adalah percaya penuh kepada Allah dan menantikan kemudahan yang akan datang kemudian. Dengan janji Allah ini, ia melihat bahwa putus harapan atau menjadi panik di saat munculnya kesulitan adalah sebuah tanda dari lemahnya iman. Setelah membaca dan merenungkan ayat di atas, perilakunya selalu sejalan dengan ayat tersebut sepanjang hidupnya.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan beberapa pelajaran dari kehidupan para nabi dan rasul yang hidup di masa lampau agar manusia dapat melihat bagaimana perilaku, pembicaraan dan kehidupan manusia yang diridhai Allah, dan menjadikan mereka sebagai panutan. Allah berfirman dalam beberapa ayat-Nya bahwa manusia hendaknya memikirkan dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah para rasul tersebut:
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS. Yuusuf, 12: 111)
"Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun dengan membawa mu'jizat yang nyata." (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 38)
"Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia." (QS. Al-Ankabuut, 29: 15)
Dalam Al-Qur'an, disebutkan beberapa ciri bangsa-bangsa kuno, akhlaq serta bencana-bencana yang menimpa mereka. Adalah sebuah kesalahan yang besar untuk memahami ayat-ayat ini hanya sebagai peristiwa sejarah dengan berbagai peristiwa yang menimpa mereka. Sebab, sebagaimana di semua ayat yang lain, Allah mengisahkan kehidupan bangsa-bangsa di masa lampau untuk kita renungkan dan ambil pelajaran dari berbagai bencana yang menimpa bangsa-bangsa ini sebagai pedoman dalam memperbaiki perilaku kita:
"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 13-17)
Allah telah menurunkan Al-Qur'an untuk semua manusia sebagai petunjuk. Oleh karena itu, memikirkan setiap ayat Al-Qur'an dan menjalani hidup sesuai Al-Qur'an dengan mengambil pelajaran dan peringatan dari setiap ayatnya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keridhaan, kasih sayang dan surga Allah.
Tentang apakah di dalam Al-Qur'an
Allah mengajak manusia untuk berpikir?
"Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikr (Al-Qur’an), agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (QS. An-Nahl, 16: 44)
Sebagaimana dalam ayat di atas, di banyak ayat-Nya yang lain, Allah mengajak manusia untuk merenung. Memikirkan tentang apa-apa yang Allah perintahkan kita untuk berpikir, dan melihat makna tersembunyi dan keajaiban ciptaa-Nya adalah salah satu bentuk ibadah. Setiap hal yang kita renungkan akan membantu kita untuk lebih mengetahui dan mengakui akan Kekuasaan, Kebijaksanaan, Ilmu, Seni dan sifat-sifat Allah yang lain.
Allah mengajak manusia untuk memikirkan penciptaan
dirinya sendiri
"Dan berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?" Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?" (QS. Maryam, 19: 66-67)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan tentang
penciptaan alam semesta
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Al-Baqarah, 2: 164)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan sifat
kehidupan dunia yang sementara
"Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya adzab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir." (QS. Yuunus, 10: 24)
"Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya." (QS. Al-Baqarah, 2: 266)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan
nikmat-nikmat yang mereka miliki
"Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Ra‘d, 13: 3-4)
Allah mengajak manusia untuk berpikir bahwa
seluruh alam semesta telah diciptakan untuk manusia
"Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya), dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 11-17)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan tentang
dirinya sendiri
"Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?" (QS. Ar-Ruum, 30: 8)
Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang
akhlaq yang baik
"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat." (QS. Al-An‘aam, 6: 152)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 90)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat." (QS. An-Nuur, 24: 27)
Allah mengajak manusia ntuk berpikir tentang akhirat,
hari kiamat dan hari penghisaban.
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 30)
"Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat." (QS. Shaad, 38: 45-46)
"Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Kiamat sudah datang?" (QS. Muhammad, 47: 18)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan makhluk
hidup yang Dia ciptakan
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia", kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan." (QS. An-Nahl, 16: 68-69)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan adzab
yang dapat secara tiba-tiba menimpanya
"Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!" (QS. Al-An‘aam, 6: 40)
"Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS. Al-An‘aam, 6: 46)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu dengan sekonyong-konyong, atau terang-terangan, maka adakah yang dibinasakan (Allah) selain dari orang yang dzalim?" (QS. Al-An‘aam, 6: 47)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS. Yuunus, 10: 50)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?" (QS. At-Taubah, 9: 126)
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat." (QS. Al-Qashas, 28: 43)
"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-A‘raaf, 7: 130)
Allah mengajak manusia untuk memikirkan tentang
Al-Qur'an
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (QS. An-Nisaa’, 4: 82)
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?" (QS. Al-Mu’minuun, 23: 68)
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29)
"Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur'an itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran." (QS. Ad-Dukhaan, 44: 58)
"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah peringatan.Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)." (QS. Al-Muddatstsir, 56: 54-55)
"Dan demikianlah Kami menurunkan Al Qur'an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Qur'an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.". (QS. Thaahaa, 20: 113)
Rasul-rasul Allah mengajak umatnya yang kurang
dalam hal pemahaman untuk berpikir
"Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (QS. Al-An‘aam, 6: 50)
"Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?" (QS. Al-An‘aam, 6: 80)
Allah mengajak manusia berpikir untuk melawan
pengaruh syaitan
"Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)." (QS. Al-A‘raaf, 7: 200-202)
Perintah Allah untuk mengarahkan orang yang diberi
penjelasan tentang ajaran agama agar berpikir secara mendalam
"Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaahaa, 20: 42-44)
Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang
kematian dan mimpi
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir." (QS. Az-Zumar, 39: 42)
Kesimpulan
Tujuan penulisan buku ini adalah "mengajak untuk berpikir". Kebenaran dapat disampaikan kepada seseorang melalui berbagai macam cara, dengan sangat rinci beserta semua bukti serta segala sarana yang ada. Namun jika orang tersebut tidak memikirkan sendiri kebenaran yang ada secara ikhlas dan jujur dengan tujuan memahami kebenaran, segala usaha tersebut tidak akan ada artinya. Oleh karena itu, ketika rasul-rasul Allah menyampaikan risalah kepada umat mereka, mereka menyampaikannya secara jelas kemudian menyuruh mereka untuk memikirkannya.
Seseorang yang berpikir akan sangat paham akan rahasia-rahasia ciptaan Allah, kebenaran tentang kehidupan di dunia, keberadaan neraka dan surga, dan kebenaran hakiki dari segala sesuatu. Ia akan sampai kepada pemahaman yang mendalam akan pentingnya menjadi seseorang yang dicintai Allah, melaksanakan ajaran agama secara benar, menemukan sifat-sifat Allah di segala sesuatu yang ia lihat, dan mulai berpikir dengan cara yang tidak sama dengan kebanyakan manusia, namun sebagaimana yang Allah perintahkan. Walhasil ia akan mendapatkan kenikmatan yang lebih dari keindahan-keindahan yang ia saksikan, melebihi dari yang didapatkan oleh orang lain. Ia tidak akan menderita tekanan batin karena terbawa oleh angan-angan kosong yang tidak ada dasarnya dan tidak terseret oleh kerakusan dunia.
Ini hanyalah sedikit dari keutamaan-keutamaan yang diperoleh seseorang yang berpikir di dunia. Balasan di akhirat untuk orang yang selalu mencari kebenaran dengan berpikir adalah kecintaan, keridhaan, kasih sayang dan surga Allah.
Sebaliknya, satu hari pasti akan datang ketika mereka yang semasa masih di dunia tidak mau memikirkan kebenaran akan berpikir, bahkan lebih dari itu, "berpikir secara mendalam dan merenung" dan melihat kebenaran-kebenaran tersebut dengan sangat jelas. Namun, pada hari itu berpikir tidak akan berguna bagi mereka, bahkan membuat mereka tertimpa kesedihan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat." (QS. An-Naazi‘aat, 79: 34-36)
Mengajak manusia (yang memiliki anggapan bahwa mereka dapat lolos dari tanggung jawab mereka dengan tidak berpikir) untuk berpikir sehingga mereka dapat merenungkan akibat yang akan menimpa mereka, dan kembali kepada agama Allah, adalah satu bentuk ibadah bagi orang-orang mukmin. Namun, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"…Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Qur’an)". (QS. Al-Muddatstsir, 56: 55)
0 Tanggapan:
Posting Komentar