syariat berasal dari Bahasa Arab, menurut Kamus Al-Munawir ialah jalan yang lurus (at-tariqat al-mustaqimat), yakni jalan yang dengan mudah dapat mengantarkan seseorang ke tempat yang ia tuju.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah Syariat oleh para ulama dipergunakan untuk pengertian “segala aturan” yang ditentukan A11ah untuk para hamba-Nya. baik yang berkenaan dengan soal-soal akidah maupun yang bertalian dengan masalah-masalah hukum. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah itu dinamai Syariat, karena pada umumnya bersifat tegas dan jelas sehingga mudah dimengerti dan diikuti bagaikan jalan raya (tol) yang mulus tanpa ada tikungan dan simpangan. Atau, laksana air yang terns mengalir memberi daya hidup bagi tubuh manusia, aturan-aturan yang ditetapkan Tuhan, menggerakkan suasana kehidupan rohani yang mantap dan mengarahkan akal pikiran ke arah berpikir yang sehat dan dinamis.
Al-Quran al-Karim, yang dalamnya juga kita jumpai kata syara`a dan syara`u (surat asy-Syura: 13 dan 31), mempergunakan kata syir`at dan syariat (masing-maring lihat surat al-Maidah: 48 dan al-Jasiyah: 18) dalam arti jalan atau aturan-aturan agama yang telah ditetapkan Tuhan untuk kehidupan umat manusia.
Istilah syara`i jamak dari kata Syariat pada masa-masa awal Islam digunakan untukpengertian masalah-masalah pokok ajaran Islam. Orang-orang Arab Badui. konon diriwayatkan pernah meminta Nabi supaya mengutus seseorang guna mengajarkan“syara`i al-lslam” kepada mereka. Yang dimaksudkan tentu adalah ajaran-ajaran pokok agama Islam.
Dalam pada itu istilah Syariat di masa-masa awal Islam tampaknya mempunyai ruang-lingkup yang luas seluas ajaran-ajaran Islam itu sendiri, tidak hanya menyangkut aspek hukum seperti yang umum dikenal di masa-masa kemudian, akan tetapi juga mencakup masalah kalam dan lain-lain. Tapi dalam perkembangan selanjutnya. istilah Syariat kelihatannya mengalami penyempitan jangkauan hingga akhirnya terbatas pada masalah-masalah hukum.
Dewasa ini hila disebut kata syariat, hampir dapat dipastikan bahwa yang dimaksud adalah hukum Islam atau fikih. Dan umum memang menganggap Syariat itu identik dengan fikih. Bukan saja karena keduanya mempunyai hubungan erat yang tak dapat dipisahkan, melainkan juga karena satu sama lain dipergunakan dalam pengertian yang persis sama.
Namun demikian tidak berarti bahwa antara Syariat dan fikih sama sekali tidak ada perbedaan di balik hubungan erat dan persamaan antara keduanya. Di antara perbedaan yang menonjol antara syariat dan fikih ialah:
Pertama: Syariat merupakan hak prerogative Allah yang kompetensi untuk menetapkannya paling banter hanya dideligasikan kepada Nabi Muhammad. Sedangkan fikih merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang ditetapkan manusia yakni para fukaha (para pakar hukum Islam) sebagai basil ijtihad mereka setelah melakukan pemahaman terhadap al-Qur`an dan al-Hadis.
Penggunaan istilah Syariat Allah dan syariat Nabi Muhammad tidak fikih Allah dan fikih Muhammad. mengisvaratkan tentang perbedaan antara fikih dengan syariat. Demikian pula sebutan fikih Hanafl. fikih Maliki. fikih Fikih Syafi’i dan fikih Hambali; tidak syariat Hanafi, syariat Maliki dan lain-lain.
Al-Quran scndiri secara tidak langsung membedakan antara Syariat dengan fikih. Berbeda dengan kata fikih (dalam alQuran tersebut 2o kali kata fikih) yang semuanya dikaitkan dengan manusia, al-Quran melalu menghubungkan kata Syariat dengan Allah, kecuali pada kata syara`u yang terdapat dalam surat asy-Syura ayat 31 . Dalam ayat ini kata syari`at dipertalikan dengan umat manusia, tetapi itu pun dalam nada pernyataan ketidak setujuan Allah terhadap mereka yang membuat buat Syariat.
Kedua: karena Syariat Islam itu merupakan aturan yang ditetapkan Allah dan atau Rasul-Nya (Muhammad), maka Syariat apa pun alasannya tidak dapat dirobah atau diganti oleh siapa, kapan dan di mana pun. Sedangkan fikih Islam, yang mamerupakan hasil ijtihad mujtahid, kapan dan di mana perlu pada prinsipnya boleh dirobah.
Ketiga: syariat Islam pada umumnya berisi ketentuan-ketentuan hukum dasar yang bersifat global dan berjumlah relatif sedikit, sedangkan fikih Islam yang merupakan penjabaran syariat Islam, pada umumnya bersifat terperinci dan berjumlah banyak.
Keempat: syariat Islam bersifat kekal dan universal. sementara fikih Islam setidak-tidaknya dalam perkara-perkara tertentu boleh jadi bersifat Iokal dan temporal. Sebutan-sebutan fikih Irak, fikih Hijaz dan lain-lain umpamanya, menunjukkan keelokan fikih Islamdalam arti bisa berbeda antara fikih negara Islam yang satu dengan fikih negara Islamyang iain. Demikian pula tentang perubahan ketentuan hukum fikih dari waktu ke waktu. Sedangkan syariat tidak pernah terdenaar istilah syariat Saudi Arabia, syariat Mesir; syariat Pakistan atau syariat Indonesia dan iain-lain. Yang ada ialah istilah syariat Allah, syariat Nabi Muhammad dan syariat Islam.[
Pengertian Tarekat
Tarekat (tariqat) secara harfiah berarti jalan, cara, atau metode. Dalam lapangantasawuf, istilah ini sampai abad ke-11 (5 H) dipakai dengan pengertian: jalan yang harus ditempuh oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan Allah, atau dengan kata lain berada di hadirat-Nya tanpa dibatasi oleh hijab (hijab berarti dinding yang membatas,. mata batin seseorang dengan Allah). Pada jalan tersebut terdapat sederetan maqam-maqam (stasion-stasion atau tahap-tahap) yang harus dilalui, seperti maqam tobat, zuhud, sabar, rida, mahabbah (cinta), dan makrifatullah (mengenal Allah dengan hati-nurani). Bila calon sufi itu telah mencapai maqam makrifatullah, maka ia bukan lagi calon, tapi meningkat menjadi sufi secara aktual. Sejak berdirinya organisasi-organisasi atau kesatuan-kesatuan jemaah para sufi dengan para murid atau pengikut masing-masing pada abad ke- 12 (6 H), istilah tarekat tidak lagi hanya mengandung arti jalan, seperti dijelaskan di atas, tapi juga mengandung arti organisasi atau kesatuan jemaah sufi dengan murid atau pengikutnya tersebut.
Sufi menjadi pemimpin tarekat (dalam arti kedua) ini disebut Syekh. Pada mulanya tempat tinggal Syekh tarekat itu menjadi pusat kegiatan pendidikan dan pembinaan para anggota tarekat, tetapi kemudian segera bermunculan ribat, sebagai perkampungan khusus untuk pembinaan tersebut. Anggota tarekat terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok murid atau pengikut yang tinggal dalam ribat dan memusatkan perhatian pada ibadat, dan kelompok pengikut awam yang tinggal di luar ribat, serta tetap bekerja dengan pekerjaan mereka sehari-hari, tetapi pada waktu-waktu tertentu mereka ikut berhimpun dalam ribat untuk menjalani latihan spiritual.
Perluasan tarekat itu biasanya berlangsung sebagai berikut: murid yang telah dipandang oleh Syekh berhasil mencapai tingkat tertinggi, memperoleh ijazah (suatu pengakuan boleh menjadi guru tarekat) dari Syekh tersebut. Pemegang ijazah itu keluar dari ribat dan selanjutnya mengadakan serta memimpin ribat yang serupa di tempat lain. Semakin banyak murid yang menerima ijazah berarti semakin banyak pula kemungkinan berdirinya ribat-ribat baru. Ribat yang baru ini pada gilirannya tentu menghasilkan pula guru-guru tarekat. Demikianlah sebuah tarekat dengan sebuah ribat, yang berdiri di sebuah tempat, dapat meluas ke berbagai penjuru dunia Islam, dengan jumlah ribat yang banyak Tidak semua cabang atau ranting suatu tarekat, menghubungkan tarekatnya kepada nama tokoh pendiri pertama, tapi kepada Syekh pendiri cabang atau ranting itu sendiri. Itulah sebabnya nama-nama tarekat yang bermunculan di dunia Islam berpuluh-puluh atau ratusan banyaknya.
Sejarah Islam menunjukkan bahwa tarekat-tarekat, sejak bermunculan pada abad ke-12 (6 H), mengalami perkembangan yang pesat. Dapat dikatakan bahwa dunia Islam., sejak abad berikutnya (13/7 H), pada umumnya dipengaruhi oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang peranan yang cukup besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat Islam, setelah mereka dilabrak secara mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar (kota Bagdad sendiri dimusnahkan tentara Tartar itu pada 1258 (656 H). (Sejak penghancuran demi penghancuran yang dilakukan oleh tentara Tartar itu, Islam yang diperkirakan orang akan lenyap, tetap saja mampu bertahan, bahkan dapat merembes memasuki hati turunan para penyerbu itu dan memasuki daerah-daerali baru. Pada umumnya para anggota tarekatlah yang berperan dalam penyebaran Islam, sejak kehancuran kota Bagdad itu. Tarekat-tarekatlah yang menguasai kehidupan umat Islam selama zaman pertengahan sejarah Islam (abad ke-13-18/ 7-12 H). Pengaruh tarekat mulai mundur sejak awal abad yang lalu. Serangan-serangan terhadap tarekat, yang dulunya dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327/ 728 H) terdengar semakin gencar dan kuat di masa modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua abad terakhir ini pada umumnya memandang bahwa salah satu di antara sebab-sebab mundur dan lemahnya umat Islam adalah pengaruh tarekat yang buruk (antara lain: menumbuhkan sikap taklid, sikap fatalistic, orientasi yang berlebihan kepada ibadat dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu pengetahuan).
Dari sekian banyak tarekat yang pernah muncul sejak abad-abad ke-12 (6 H) itu, dapat dicatatkan antara lain: Tarekat Qadiriyah (dihubungkan kepada Syekh Abdul-Qadir al-Jailani, yang wafat di Irak pada 1161 (561 H), yang mempunyai penganut di Irak, Turki, Turkestan, Sudan, Cina. India, dan Indonesia; Tarekat Rifa’ivah (dihubungkan kepada Syekh Ahmad ar-Rifa’i, yang juga wafat di Irak pada 1182 (578 H), yang mempunyai pengikut di Irak dan Mesir; Tarekat Syaziliyah (dihubungkan kepada Syekh Ahmad asy-Syazili, yang wafat di Mesir pada (1258/658 H), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara, Siria, dan negeri Arab lainnya: Tarekat Maulawiyah (dihubungkan kepada Syekh Maulana Jalaluddin Rumi, yang wafat di Konya/Turki pada 1273/ 672 H), yang berpengaruh pada masyarakat Turki: Tarekat Naqsyabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi yang wafat di Bukhara pada 1389 (791 H), yang mempunyai pengikut di Asia Tengah, Turki, India, Cina, dan Indonesia; dan Tarekat Syattariyah (dihubungkan kepada Syekh Abdullah asySyattari yang wafat di India pada 1236 (633 H), yang mempunyai pengikut di India dan Indonesia.
Pengertian Hakikat
Hakikat (Haqiqat) adalah kata benda yang berarti kebenaran atau yang benar-benar ada. Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran). kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar).
Dalam ilmu tasawuf, hakikat merupakan salah satu bagian (tingkat) dari empat tingkatan ilmu: syariat, tarekat, makrifat dan bakikat. Syariat, sebagai ilmu yang paling awal, mempelajari tentang amal ibadat dan muamalat secara lahir. Tarekat, sebagai ilmu kedua, mempelajari tentang latihan-latihan rohani dan jasmani yang dilakukan sekelompok umat Islam (para sufi) menurut ajaran-ajaran tertentu, yang tujuan pokoknya adalah untuk mempertebal iman dalam hati para pengikutnya, sehingga tidak ada lagi yang lebih indah dan dicintai selain daripada Allah. Makrifat, sebagai tingkat ketiga, mempelajari tentang bagaimana mengetahui sesuatu dengan seyakin-yakinnya. Makrifat yang dimaksud di sini, adalah ma`rifatullah (mengenal Allah) baik zat-Nya, sifat-Nya maupun asma-Nya. Hakikat, sebagai tingkat terakhir dan lanjutan dari makrifat, berusaha menunjukkan basil dari makrifat itu ke dalam wujud yang sebenar-benarnya, atau pada tingkat kebenaran yang paling tinggi.
Hakikat itu baru akan dicapai sesudah seseorang memperoleh makrifat yang sebenarbenarnya. Dan hakikat ini, hanya dapat dicapai dalam keadaan fana (hilangnya kesadaran diri dan alam sekelilingnya), karena hanya dalam keadaan yang demikianlah terbuka dan tersingkapnya tirai penutup yang merintangi seorang hamba dengan Tuhannya (kasyf al-mahjub). Dengan demikian, hakikat merupakan puncak dari basil yang dicapai kaum sufi dalam usaha pendakian spiritual melalui tarekatnya. Dan biasanya, seorang sufi yang telah mencapai ma`rifatullah yang hakiki disebut ahli hakikat(ahlu al-Haqiqah).
Menurut Ibnu Arabi, hakikat wujud ini adalah satu dalam jauhar dan zatnya, tetapi berbilang dalam sifat dan asmanya. Selanjutnya ia mengatakan: “Manakala engkau meninjau dari sudut zat-Nya, engkau akan berkata, itulah Haq. Dan apabila engkau meninjau dari sudut sifat dan asma-Nya, dari sudut terjadinya segala sesuatu yang mumkinat, niscaya engkau berkata, itulah makhluk atau alam”.
Hakikat juga dapat berarti ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan maknanya yang pertama (makna yang sebenarnya), kebalikan dari ungkapan majas (metafor). Akan tetapi ada beberapa ungkapan majaz yang sudah sering digunakan, sehingga menjadi semacam konvensi, majaz seperti ini dapat disebut sebagai hakikat secara adat kebiasaan (haqiqat al-`urfiyat).
Hubungan Antara Syari`at, Tarekat, dan Hakikat
Syariat adalah didisplin keIslaman yang menggarap aspek lahiriyah. Seiring klasifikasi zaman, syariat mengalami penyempitan arti dan garapan secara normatif yaitu fiqih.sedangkan asal mulanya syari`at merupakan pokok-pokok ajaran Islam yang masih utuh meliputi Tauhid, Hukum Islam, dan Akhlak. Menurut Fajrurrahman, Tauhid adalah bangunan pondasi yang menjadi pijakan utama dalam beragama dan syariat aturan formal yang membingkai aspek kehidupan secara legal. Adapun akhlak bidang garapan yang lahannya tingkah laku manusia dengan pendekatan sentuhan hati nurani untuk di aplikasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Qur`an As-Sunnah.
Dari ketiga bidang di atas bila didalami, dihayati dan diamalakn oleh setiap kaum muslimin secara kontinyu (istiqomah) berdampak positif pada kehidupan sehari-hari. Para sufi dalam menterjemahkan ketiga aspek ini secara konstektual menjadi sebuah disiplin keilmuan dalam Islam yaitu Ilmu Tasawuf. Imam Al-Gazali dan Ihya Ulumuddin mengkombinasikan tauhid, fiqih, dan akhlak menjadi satu kesatuan yang utuh (saling terkait).
Kolerasi antara syariat dan hakikat bagaikan anak tangga yang satu sama lain saling berhubungan, tidak akan pernah ada hakikat tanpa jalan makrifat, makrifat tidak pernah ada tanpa melalui latihan (thariqat), Thariqat tidak pernah jalan tanpa adanya syari`at dan syari`at sendiri muncul karena adanya tauhid.
Untuk mempermudah pamahaman, penulis sekemakan sebagai berikut:
1. Tauhid sebagai landasan utama dalam bertasawuf
2. Syari`at sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan pandual Al-qu`an dan Al-Hadits.
3. Thariqat sebagai wahan latihan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan denganMujahadah dan Muraqabah akhirnya tibul istiqamah
4. Ma`rifah adalah buah dari tariqat di atas yang berinflikasi kasyaf, mengetahui hakikat Tuhan.
[
0 Tanggapan:
Posting Komentar