SELAMAT DATANG
Selamat datanf di lapak MAKRIFATBUSINESS untuk order bisa melalui marketipace Shopee Tokopedia Bukalapak Lazada dengan nama lapak makrifatbusiness atau order via WA 08123489038 email : imronpribadi1972@gmail.com

Cari Disini

Translate


Selasa, 05 Oktober 2010

MENUNTUT ILMU AGAMA LEBIH DIDAHULUKAN DARI TAREKAT, DZIKIR DAN WIRID


Allah ta'ala memuji ilmu dalam beberapa
ayat al Qur'an dan menganjurkan untuk
menuntutnya. Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam juga menjelaskan keutamaan ilmu. Ini
dikarenakan ilmu, yakni ilmu agama dibutuhkan
oleh seluruh lapisan masyarakat. Ilmu agama
dibutuhkan oleh para penguasa, orang tua; ayah
dan ibu. Tidak ada satu lapisan masyarakat-pun
yang tidak membutuhkan ilmu agama. Oleh
karenanya begitu urgen ilmu agama ini, terutama
di masa sekarang yang dipenuhi dengan
kebodohan. Ketidaktahuan tentang ilmu halal
dan haram betul-betul telah mengenai secara
merata terhadap segenap perbuatan dan aktivitas
masyarakat. Ketika di masa lalu, di masa-masa
kejayaan, masa para sahabat, tabi'in, atba' at

Tabi'in dan setelahnya, ilmu agama banyak
dipelajari, maka kondisi ummat Islam jauh lebih
baik dari kondisi kita di masa kini. Oleh
karenanya tuntutlah ilmu agama, jangan
sampai tertipu oleh kebiasaan sebagian
orang yang meninggalkan ilmu dan
menyibukkan diri dengan tarekat, dzikir dan
wirid. Dzikir jelas memerlukan ilmu, dzikir
tidak bisa dilakukan tanpa ilmu. Demikian
pula Ta'abbud, yakni memfokuskan diri
berkonsentrasi untuk beribadah juga
memerlukan ilmu. Sungguh jauh berbeda antara
seorang 'Abid (ahli ibadah) dan seorang 'Alim.
Cukup sebagai dalil untuk menjelaskan hal itu
hadits Nabi shallallahu 'alayhi wasallam dalam Jami'
at-Turmudzi yang diriwayatkan dengan sanad yang
sahih dari Abu Umamah al Bahili –semoga Allah
meridlainya- beliau mengatakan: "Ada dua orang
di masa Rasulullah, satunya 'Abid dan satunya lagi
'Alim, maka Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
mengatakan:
"فَض ُ ل الْعالمِ علَى الْعابِد كَفَضلي علَى َأدنا ُ كم وإِنَّ اللهَ
وملاَئكَته حتى الْحيتان في البحرِ َليصلُّونَ علَى معلِّمِ
الناسِ الْخير" رواه الترمذي
Maknanya: "Keutamaan seorang 'Alim atas seorang
'Abid adalah seperti keutamaanku di atas orang yang
paling rendah derajatnya di antara kalian. Dan
sesungguhnya Allah memberikan rahmat, para malaikat
memohonkan ampun bahkan ikan-ikan di laut
mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan
kepada manusia" (H.R. at-Turmudzi)


Keutamaan yang demikian besar ini
dikarenakan dengan ilmu agama Allah ta'ala
memperbaiki kerusakan yang parah dan dengan
ilmu agama Allah menyelamatkan banyak orang
dari kebinasaan dan kehancuran. Perbandingan
yang disebutkan dalam hadits di atas adalah
antara seorang 'alim yang benar-benar 'alim dan
seorang 'abid yang benar-benar 'abid. Sedangkan
jika seorang 'alim tidak betul-betul berilmu dan
beramal maka dia tidak memperoleh keutamaan
tersebut. Demikian pula seorang 'abid jika 

ibadahnya tidak berdasarkan kaedah-kaedah syara'
dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang ada
maka ibadahnya seperti tidak ada sama sekali. Jadi
'abid yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu
'alayhi wasallam adalah seorang yang mengetahui
cara yang membuat ibadahnya sah, bukan orang
yang beribadah secara ngawur tanpa mengetahui
bagaimana bisa sah sholatnya, bersucinya dan
seterusnya. Yustru orang seperti ini berada dalam
kerusakan yang sangat berbahaya. 'Abid yang
diperbandingkan oleh Rasulullah shallallahu 'alayhi
wasallam dengan 'alim adalah 'abid yang
mengetahui cara ibadah yang sah.
Karena agungnya keutamaan seorang 'alim,
Nabi Isa 'alayhissalam ketika menjelaskan ciri
ummat Muhammad mengatakan:
"علَماءُ حلَماءُ بررٌة َأتقياءُ كَأَن  هم من الفقْه َأنبِياءُ" رواه
أبو نعيم في الحلية
"(Mereka adalah) orang-orang yang 'alim, pemaaf, baik
dan bertaqwa, seakan mereka seperti para nabi dari sisi
kedalaman pemahaman mereka terhadap agama" (H.R.
Abu Nu'aym dalam Hilyah al Awliya')
Nabi Isa tidak mengatakan: "Seakan mereka seperti
para nabi dari sisi ibadahnya", melainkan beliau
mengatakan: "Seakan mereka seperti para nabi dari
sisi kedalaman pemahaman mereka terhadap agama",
agar diketahui betapa mulianya ilmu dan betapa
tinggi kedudukan para ulama di atas para 'abid,
tetapi memang jika digabungkan antara ilmu
dengan ibadah maka akan menjadi sebuah derajat
yang sangat tinggi.
Karena ilmu-lah yang menjelaskan tingkatantingkatan
amal, amal yang utama dan yang paling
utama, perbuatan yang haram dan yang makruh,
maksiat yang termasuk tingkatan dosa besar dan
dosa kecil, maka diketahui dengan jelas bahwa
ilmu adalah amal yang paling baik. Ilmu lebih
layak untuk menghabiskan waktu-waktu kita yang
berharga dan ilmu adalah keinginan yang paling
layak untuk diraih dan dicapai. Oleh karenanya
kalian harus meraih ilmu, meskipun karena itu
kalian banyak tidak meraih hal-hal yang biasa
diinginkan oleh nafsu manusia. Karena kewalian
yang sesungguhnya adalah berilmu dan
mengamalkan ilmu. Orang yang membaca sejarah 

para ahli fiqih di masa-masa lalu dan menelaah
perjalanan kehidupan mereka akan mengetahui
hal itu dengan baik. Sebagai contoh seorang 'alim
yang ahli dalam fiqih dan hadits Abu 'Amr ibn
ash-Shalah asy-Syahrazuri ad-Dimasyqi yang
hidup pada abad VI H. Pada sekitar dua puluh
tahun yang lalu, kuburannya digali untuk
dipindahkan karena di kawasan pekuburan
tersebut hendak dibangun jalan yang baru. Ketika
digali ditemukan jasad beliau yang masih utuh,
tidak ada satupun bagian tubuhnya yang
membusuk, bahkan kain kafan yang melilit
jasadnya tidak rusak. Jasad tersebut kemudian
dipindahkan ke kawasan Al Maydan di Damaskus
dan dikebumikan di sana.

Ibnu ash-Shalah ini di
kalangan ummat Muhammad tidak setingkat dan
sepopuler Imam Syafi'i, imam Malik dan imam
Ahmad, tingkatan beliau dibanding mereka masih
sangat jauh. Meskipun Ibnu ash-Shalah terkenal
sebagai seorang ahli hadits dan ahli fiqh Syafi'i,
namun beliau tidak sepopuler dan sekaliber imam
Syafi'i, semoga Allah meridlai mereka semua.
Ibnu ash-Shalah tidak memperoleh kemuliaan
dan derajat yang tinggi ini kecuali dengan ilmu
dan amal. Kisah tentang jasad Ibnu ash-Shalah
yang masih utuh padahal telah berlalu ratusan
tahun ini, diceritakan kepadaku oleh salah
seorang ulama Damaskus, yaitu Syekh Abu
Sulaiman az-Zabibi dan beliau mendengarnya
dari Abdul Muta'aal, seorang penggali kuburan
yang menyaksikan langsung peristiwa penggalian
tersebut.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dan
dosa saudara-saudara kami yang beriman yang
telah mendahului kami.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Item Reviewed: MENUNTUT ILMU AGAMA LEBIH DIDAHULUKAN DARI TAREKAT, DZIKIR DAN WIRID Rating: 5 Reviewed By: M Imron Pribadi